
Oleh: Prof. Dr. H. Ali Anwar, M.Si., Ketua Bidang Agama Paguyuban Pasundan (Etika Komunikasi Islam dalam buku Wawasan Islam)
WWW.PASJABAR.COM – Membangun etika komunikasi dalam Islam tidak dapat dilepaskan dari pandangan dunia Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadis. Dasar yang menjadi pandangan dunia muslim, menurut kedua sumber tadi, ialah tauhid. Pandangan tauhid akan memberikan landasan normatif bagi praksis sosial, termasuk praksis media. Dengan demikian, perspektif Islam, bila konsep tauhid dilaksanakan, akan memberikan bimbingan asasi dalam menetapkan batas-batas legitimasi politik, sosial dan kultural, oleh satu sistem komunikasi. Pertimbangan etis ini menempatkan fungsi tatanan komunikasi dalam masyarakat Islam untuk memusnahkan berhala-berhala, menghilangkan ketergantungan pada pihak luar dan menyusun ummah atau komunitas Islam dalam gerak menuju masa depan, termasuk di dalamnya semua institusi komunikasi sosial, seperti pers, radio, televisi dan bioskop maupun individu sebagai anggota komunitas muslim. Apalagi bila dikaji lebih lanjut bahwa Islam adalah agama dakwah. Perhatian Islam terhadap isi atau pesan komunikasi, cara dan teknik komunikasi keadaan khalayak atau komunikan, sangatlah besar.
Etika menurut istilah Islam, dikenal dengan akhlak. Kata ini mengandung arti budi pekerti (Q.S. Al-Qalam [68] : 4). Menurut Ibn Sadruddin As-Sirwani, akhlak adalah ilmu yang menerangkan sifat-sifat kebaikan dan cara-cara mencapainya, juga sifat-sifat keburukan dan cara menjaga diri dari melakukannya. Sementara itu, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa komunikasi yang didasarkan pada etika merupakan suatu jaringan masyarakat yang manusiawi, dan mengalimya komunikasi seperti itu menentukan arah dan laju perkembangan sosial yang dinamis.
Prinsip Etika Komunikasi
Tentang prinsip-prinsip etika komunikasi, para ilmuwan komunikasi telah menemukan sejumlah konsep kunci (key concept) yang bersumber dari Al-Quran. Dalam Al-Quran banyak dimuat simbol dan petunjuk dalam berkomunikasi, yang diistilahkan dengan kata “qaulan” dan semua derivasinya, yang berarti pembicaraan atau perkataan. Konteks kata-kata ini ada yang berbentuk “amr” (perintah) dan ada yang berbentuk “khabariyah” (kalimat berita). Dalam bentuk “amr” terdiri atas Qaulan Sadidan (An-Nisa [4] : 9 dan Al-Ahzab [33] : 70), Qaulan Balighon (An-Nisa [4] : 63), Qaulan Maysuran (Al-Isra’ [17] : 28), Qaulan Layyinan (Thaha [20] : 44), Qaulan Ma’rufan (An-Nisa [4] : 5, 8, Al-Ahzab [33] : 32 dan Al-Baqarah [2] : 235), Qaulan Kariman (Al-Isra’ [17] : 23).
Adapun dalam bentuk khobariyah (kalimat berita) adalah Qaulan Tsaqilan (Al-Muzammil [73] : 5), Qaulan Azhiman (Al-Isra’ [17] : 40). Dalam pembahasannya secara rinci dan singkat, penulis akan mengedepankan pemahaman sebagian para ahli tafsir (mufasirun) dalam menafsirkan simbol-simbol komunikasi tersebut. (han)