BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Penyusunan RUU Perikatan harus mengakomodir perkembangan disruptif teknologi era digitalisasi. Hal tersebut diungkapkan Hakim Agung MA, Dr. Syamsul Ma’arifS.H., LL.M.
“Saya memprediksi kebutuhan menyusun UU Perikatan harus mengaakomodir perkembangan distruktif teknologi era digital, terutama transaksi elektronik harus diatur dalam RUU ini. Kalau ingin agar UU Perikatan ini menjadi dinamis dan up to date selamanya. Komponen dan pembuktiannya berbeda yakni elektronik dan konfensional,” ujarnya yang ditemui usai menjadi keynote speech, Konferensi Nasional Hukum Keperdataan VI yang diselenggarakan Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan (APHK), di Aula Unisba, Selasa (22/10/2019).
Dikatannya, hal ini sangat penting dikarenakan kondisi saat ini yang sudah serba digitalisasi terutama berbagai dokumen sudah melalui media elektronik dan itu dinilai harus diatur dalam UU Perikatan.
“Jika sudah ada UU Perikatan, maka UU sektor lain didalamnya harus disesuaikan. Namun memang kendala terbesar saat ini adalah dari legislator yang harus sepaham dengan usulan akademisi. Karena nanti dia yang menentukan UU tersebut dalam Baleg,” tegasnya.
Meski demikian Syamsul menilai jika saat ini apa yang dilakukan karena dia nanti yang akan menganggendakan dalam Baleg. Jadi sebagai organisasi akademisi (APHK) sudah tepat. Karena akademis lah yang harus menyusun naskah RUU nya untuk kemudian menjadi agenda legislasi dan kemudian dilakukan langkah politik dan lobi untuk menjad UU.
“Tapi yang menting lahirkan dulu naskah akademisnya. Ini isu penting karena Indonesia harus ada perbaikan aspek hukum baik di perdata maupun di acara perdata, yang itu belum disentuh,” jelasnya.
Sementara itu Ketua APHK Prof. Sogar Simamora dikesempatan yang sama mengatakan, jika draf nasakah akademis selesai, maka akan masuk ke RUU Perikatan Nasional.
“Konferensi ke VI ini diikuti oleh sekitar 30 Guru Besar Fak Hukum se – Indonesia, dan ada tiga pembicara internasiona. Dalam pembaharuan ini tidak akan melakukan rekodefikasi atau merombak total, karena jika tu dilakukan itu sangat tidak realistis karena Belanda sendiri yang membuat UU tersebt daru tahun 1947, selesai 1992 itu tidak tuntas. Jadi APHK bersepakat untuk melakukan legislasi varsial ini hanya fokus membuat UU Perikatan Nasional,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan jika APHK akan mengakomodir disruptif teknologi dalam RUU Perikatan dan aturan dengan kontrak komersial, yang dilakukan secara elektronik.
Dijelaskannya, RUU Perikatan itu ada enam bagian, yakni perbuatan hukum, perikatan secara umum, berakhirnya perikatan, perikatan yang bersumber pada perjanjian, erikatan bersumber di luar perjanjian, dan keenam ketentuan peralihan.
“Targetnya ini selesai dulu naskah akademiknya, diharapkan kedepan bisa didukung pemerintah melalui MA. Harapannya bisa jadi lebih cepat RUU selesai. Ya semoga bisa menjadi pembahasan baleg dalam setahun dua tahun,” terangnya.
Sedangkan Rektor Unisba, Prof Edi Setiadi mengatakan jika konferensi tersebut merupakan hasil konkrit dari pengkaji terutama perkembangan RUU Keperdataan.
“Dan kita harus terus menerus membahas ini karena UU yang ada merupakan peninggalan Bangsa Belanda dan sekarang bagian UU Perdata yang harus diubah untuk menyesuaikan kondisi zaman. Mudah – mudahan sekarang tidak ditolak dan kita akan terus menerus menggenjot ini, dan Unisba akan terus berperan aktif dalam APHK ini,” tuturnya.