BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Kasus video asusila Vina Garut saat ini masih bergulir di persidangan. Vina yang ada dalam video itu pun menjadi pesakitan alias terdakwa.
Tapi, ada sisi lain dari kasus itu. Pengacara Vina, Asri Vidya Dewi, menyebut Vina harusnya diposisikan sebagai korban, bukan pelaku dalam kasus itu. Apa alasannya?
Itu karena sebelum video syurnya viral pada pertengan Agustus 2019, Vina ternyata sudah melapor ke Unit PPA Polres Garut. Tapi, laporan itu tidak ditindaklanjuti dengan alasan tak ada bukti kuat. Pelaporan dilakukan pada 6 Agustus 2019 atau seminggu sebelum video syur itu viral.
Saat itu, Vina melaporkan adanya video porno dirinya di situs porno. Untuk mendapatkan video itu, pengguna situs diharuskan membayar dengan nominal tertentu.
“Klien kita melapor dan menyatakan ada video dirinya beredar (di situs porno). Dia tahu itu dari temannya, dikasih tahu katanya ‘video kamu beredar’,” ujar Asri dalam konferensi pers di Gedung Indonesia Menggugat, Kota Bandung, Senin (16/12/2019).
Saat melapor itu, Vina membawa bukti berupa hasil screenshoot alias tangkapan layar video syurnya di situs tersebut. Tapi, hal ini dianggap tak cukup oleh kepolisian karena alat bukti yang kurang kuat.
Ia pun menyesalkan hal itu. Sebab, hal berbeda justru terjadi saat masyarakat melaporkan kasus video porno itu, polisi langsung bergerak cepat menanganinya. Padahal, harusnya pelaporan Vina ditangani, apalagi saat itu dia melapor sebagai korban.
“Ini aneh menurut saya. Jadi, kepolisian berangkat (menangani kasus ini) bukan dari laporan klien kami,” ungkap Asri.
Bahkan, ia memandang kasus itu akhirnya ditangani setelah videonya viral dan dilaporkan masyarakat. Tapi, kondisi berbeda dialami Vina saat melapor dirinya sebagai korban.
“Ini tampak sekali dipaksakan, mungkin karena viral, dipaksakan agar sisi perkara kasusi ini benar-benar masuk (dianggap layak diproses lebih lanjut),” kata Asri.
Ia lalu mengungkap beberapa fakta baru yang terungkap di persidangan. Salah satunya bukti yang dihadirkan JPU berupa selimut. Hal ini dinilai tidak cukup oleh tim kuasa hukum.
Saksi di persidangan juga tidak bisa memastikan kapan dan di mana aksi syur yang dilakukan terjadi. Bahkan, ada indikasi bahwa pernikahan Vina dan suaminya terjadi saat Vina masih berusia di bawah umur.
Kini, tim kuasa hukum menurutnya terus berjuang untuk membela Vina. Dalam kasus ini, Vina juga didampingi Women’c Crisis Center (WCC) Pasundan Durebang. Ia berharap ada keadilan untuk Vina.
Bahkan, kini sedang diupayakan agar ada penangguhan penahanan untuk Vina.
Berkaca dari kasus ini, Asri mengatkan harusnya ada perspektif lain yang digunakan. Vina harusnya dipandang sebagai korban dari tindakan tak benar yang dilakukan suaminya, termasuk para ‘aktor’ dalam video syurnya.
Sebab, Vina hanya menuruti apa yang diperintahkan suaminya. Tapi, di saat yang sama justru akhirnya Vina terseret kasus hukum dari peristiwa yang tak pernah diinginkannya. (ors)