BALI, WWW.PASJABAR.COM– Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) melakukan kick off program penguatan Destination Management Organization dan Destination Governance (DMO-DG).
Hal ini dilakukan sebagai upaya mempercepat revitalisasi destinasi dan pemulihan pariwisata di Bali menuju zona hijau.
Kegiatan ini dilakukan selama tiga hari, di daerah yang menjadi green zone, mulai dari Nusa Dua (Hotel Courtyard Bali Nusa Dua pada 3 Mei 2021), Sanur (Prime Plaza Hotel Sanur, 4 Mei 2021), dan Ubud (The Royal Pita Maha Ubud, 5 Mei 2021).
Program Penguatan DMO-DG merupakan salah satu strategi dan management tools yang melibatkan unsur pentahelix (akademisi, dunia usaha, masyarakat/komunitas, tokoh adat/tokoh masyarakat, pemerintah daerah, serta media) dalam mendorong peningkatan kualitas destinasi pariwisata agar memiliki nilai ketertarikan, daya saing, dan keberlanjutan.
DMO-DG Dapat Memperkuat Ekosistem Kewirausahaan
Di samping itu, DMO-DG juga berfungsi sebagai wadah bagi seluruh stakeholders di tingkat lokal atau wilayah untuk berpartisipasi aktif dalam memperkuat ekosistem kepariwisataan, serta menjadi solusi untuk menata destinasi dan menyelesaikan isu riil secara strategis.
“Hari ini acara kick off penguatan DMO-DG terselenggara dengan baik. Kehadiran DMO-DG di tengah dinamika perubahan saat ini sangat relevan untuk memperkokoh inovasi, adaptasi, dan kolaborasi,” ujar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, saat membuka acara Kick off Penguatan DMO-DG, secara virtual, (3/5/2021).
Menurut Menparekraf Sandiaga, inovasi, adaptasi, dan kolaborasi ini sangat krusial dan sangat sentral. Karena dapat menyatukan berbagai komponen untuk membangun, menata, mengontrol, mempromosikan suatu destinasi yang bertanggung jawab, berkualitas, dan berkelanjutan, serta memperkuat pendekatan orkestrasi dan integrasi sistem di destinasi untuk pembangunan di sebuah wilayah atau daerah.
“Saya berharap melalui acara ini akan tercipta pengelolaan destinasi yang berkualitas dan berkelanjutan di Nusa Dua, Sanur, dan Ubud. Sehingga dapat dijadikan sebagai contoh konkrit untuk meningkatkan kepercayaan pasar domestik dan mancanegara. Dan tentunya reputasi destinasi Bali dan Indonesia,” katanya.
Sementara, Plt. Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparefraf/Baparekraf, Frans Teguh, menjelaskan secara sederhana bahwa DMO-DG merupakan upaya tata kelola sebuah daerah dalam menyiapkan destinasi, agar wisatawan merasa aman dan nyaman. Sehingga, _spending_ dan lama tinggal wisatawan jauh lebih baik.
“Oleh karenanya, diperlukan kolaborasi dengan stakeholder kunci di tiap-tiap destinasi yang menjadi green zone. Kita ingin memastikan keterlibatan stakeholder kunci ini betul-betul membangun tatanan ekosistem kepariwisataan yang berkualitas dan berkelanjutan,” kata Frans dalam rilis yang diterima PASJABAR, Selasa.
DMO-DG Jadi Solusi Untuk Menata Destinasi
Direktur Pengembangan Destinasi Regional II, Wawan Gunawan mengungkapkan penguatan DMO-DG ini dapat menjadi solusi untuk menata destinasi, serta yang paling penting bagaimana kehadiran DMO-DG ini punya peran yang sangat luar biasa dalam menyelesaikan permasalahan isu riil secara strategis, baik jangka pendek ataupun jangka panjang.
“Saya kira model ini dapat menjadi instrumen untuk memperkokoh inovasi, adaptasi, dan kolaborasi sebagai pilar pengembangan pariwisata yang sering digaungkan oleh Pak Menteri Sandiaga,” katanya.
Dalam acara tersebut, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, I Putu Astawa, menuturkan Gubernur Bali telah memberikan arahan untuk membangun pariwisata di Bali berbasis desa wisata. Karena, hal ini dilakukan untuk mengkonservasi alam secara beriringan.
“Bali merupakan Pulau Dewata, singgasananya para Dewa, sehingga kita harus benar-benar mempersatukan alam, melestarikan budaya, dan kesejahteraan masyarakat, supaya bisa memberikan kontribusi yang riil. Seperti itulah mimpi di setiap desa wisata yang kita inginkan,” ujar Putu.
“Pada intinya, setiap investasi yang digunakan untuk membangun pariwisata harus pro untuk menciptakan lapangan pekerjaan, harus pro kepada nature dan culture, serta juga harus pro terhadap masyarakat sekitar,” lanjutnya. (*/tiwi)