Bandung, WWW.PASJABAR.COM – Kalsium adalah unsur logam kelima yang paling melimpah di dalam tubuh manusia.
Sebagai elektrolit, ion kalsium berperan dalam menjaga proses fisiologis dan biokimia dalam tingkat organisme maupun sel.
Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia, orang dewasa perlu mengonsumsi kalsium sebanyak 1.100 miligram per hari, sedangkan anak-anak memerlukan 1.000-1.200 miligram per hari.
Bagi kesehatan manusia, kalsium juga memiliki segudang peran, seperti dalam menjaga keseimbangan cairan tubuh hingga proses pembekuan darah.
Akan tetapi, setelah umur 20 tahun, tubuh akan mengalami kekurangan kalsium sebanyak 1% per tahun.
Kekurangan kalsium pada jangka panjang dapat menyebabkan detak jantung tidak teratur, osteopenia, osteoporosis, hipokalsemia, serta peningkatan risiko patah tulang.
Oleh karena itu, antisipasi dan upaya penyeimbang kadar unsur tersebut menjadi hal yang sangat penting sejak dini.
Suplemen kalsium sesungguhnya dapat diperoleh dari berbagai sumber alami.
Meskipun demikian, hingga kini, Indonesia masih memenuhi kebutuhannya dengan cara impor, baik untuk keperluan industri farmasi maupun pangan.
Tentunya, hal ini berdampak pada ketergantungan bahan baku sehingga diperlukan alternatif lain yang inovatif.
Kelompok peneliti di Sekolah Farmasi (SF) ITB yang diketuai Prof. Dr. apt. Heni Rachmawati di bawah skema pendanaan P2MI 2022 menjawab permasalahan tersebut dengan memanfaatkan limbah tulang lele sebagai sumber kalsium alami yang baik dan ekonomis.
Penelitian tersebut dilakukan bersama Prof. Dr. apt. Yeyet Cahyati Sumirtapura, Prof. Dr. apt. Sukmadjaja Asyaria, Dr. apt. Amirah Adlia M.Si.
“Kegiatan yang kami lakukan akan sangat membantu menurunkan beban lingkungan dari limbah organik, baik hasil konsumsi harian maupun dampak kegiatan pengolahan ikan,” sebut Prof. Heni dalam Rubrik Rekacipta Media Indonesia.
Ia menyampaikan, sumber tulang lele diambil dari pabrik pengolahan tepung lele, Rumah Inovasi Natura, Desa Mojosari, Kecamatan Kauman, Kabupaten Tulung Agung, Jawa Timur.
Selama ini, limbah tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal.
Kalsium diperoleh melalui proses ekstraksi sederhana menggunakan metode Namati dengan beberapa modifikasi.
Pertama, tepung tulang lele dilarutkan dengan NaOH 2%, lalu dipanaskan pada suhu 90oC selama 30 menit.
Campuran selanjutnya diendapkan dan dicuci beberapa kali dengan menggunakan air untuk menetralkan pHnya.
Endapan tersebut kemudian dikeringkan pada suhu 100oC selama 3 jam dan dihaluskan sesuai preferensi.
Solusi suplai kalsium alami dari limbah tulang ikan, termasuk lele, dinilai sangat sederhana serta bahan bakunya relatif murah.
Masyarakat dapat mengembangkannya pada skala yang kecil. Prof. Heni juga beranggapan bahwa transformasi proses skala kecil itu ke skala industri pun tidak sulit.
Ia berharap pengadaan kalsium organik ini dapat membantu kemandirian penyediaan bahan baku di Indonesia.
“Sudah saatnya pemerintah memberikan peluang kepada semua pelaku bisnis untuk memanfaatkan potensi alam dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan akan impor,” jelasnya. (*/Nis)