*)CAHAYA PASUNDAN
Oleh: Prof. Dr. H. Ali Anwar, M.Si (Ketua Bidang Agama Paguyuban Pasundan)
Komunikasi dalam Islam terdiri atas komunikasi dengan Allah, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitar. Komunikasi dengan Allah bisa dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Komunikasi langsung bisa dilakukan melalui shalat dan dzikir atau mengingat kepada Allah merupakan kontak langsung seorang hamba dengan tuhannya. Hal seperti ini dijelaskan pada firman Allah:
“… Ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersykurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku.” (QS. Al-Baqarah [2]:152)
Komunikasi dengan Allah pada dasarnya merupakan momentum untuk menyegarkan keimanan dan menumbuhkan semangat hidup manusia, sehingga kehidupan dunia dapat dijalaninya dengan sebaik baiknya.
Komunikasi dalam Islam dapat terjadi dalam 3 arah, yaitu komunikasi langsung dengan Allah dan dengan dirinya sendiri.
Bentuk komunikasi ini akan melahirkan perubahan sikap yang berpangkal dari proses penyadaran diri.
Kedua komunikasi tidak langsungdengan Allah melalui pengamatan terhadap alam dan segala fenomena yang terjadi di dalamnya sebagai wujud dan bukti kemahakuasaan-Nya yang menyentuk batin dan membangkitkan kesadaran diri.
Ketiga komunikasi dengan sesame manusia yang dilakukan melalui bahasa atau isyarat dan lingkungan sebagai media penunjangnya.
Komunikasi seperti ini diajarkan dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
“Wahai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukkan Allah itu suatu kezaliman yang besar” (QS. Luqman [31]:13)
Dari segi lingkngan Al-Quran mengajarkan sebagai berikut:
“Sederhanalah dalam berjalan dan redahkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai” (QS. Luqman [31]:19)
Memahami pesan Al-Quran di atas, maka komunikasi hendaklah menggunakan bahasa dan kata-kata yang tepat dan disesuaikan dengan pemahaman dan pengalaman orang yang diajak bicara.
Dari aspek psikologi, latar belakang pengalaman orang yang diajak bicara disebut apersepsi.
Efektivitas komunikasi ini disebutkan pula dalam hadist Nabi Saw yang berbunyi:
“Ajaklah manusia berbicarasesuai dengan kemampuan akal pikirannya.” (HR Ad-Dailami) (Nis)