BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — SMA Negeri 22 Bandung menyelenggarakan Sarasehan dengan tema “Peran Strategi Komite Sekolah Menjadi Katalis bagi Sekolah di Era Kurikulum Merdeka” pada Jumat (18/8/2023).
Sarasehan yang diselenggarakan di SMA Negeri 22 Bandung ini menghadirkan Ketua Komite SMAN 22 Bandung Dr. Cartono, M.Pd., M.T., Pengawas Pembina SMAN 22 Bandung KCD Wilayah VII Jawa Barat Heti Aisah, M.Pd. dan Inspektorat Provinsi Jawa Barat Hidajat Setiaputra, S.E., A.k., M.M., QCRO.
Sarasehan di SMA Negeri 22 Bandung ini juga menghadirkan para Koordinator Kelas (Korlas) yang juga merupakan perwakilan dari orang tua dari kelas X-XII.
“Kami undang para perwakilan orang tua siswa untuk menerima penjelasan dari para narasumber sehingga diperoleh pemahaman tentang bagaimana peran komite bagi sekolah. Selain itu kegiatan ini juga ditujukan untuk menjalin hubungan baik antara komite dengan sekolah,” kata Cartono.
Menurutnya peran komite sebagai bagian dalam sistem pendidikan berperan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui siswa. Selain itu, kehadiran komite sekolah diharapkan juga mampu menjadi katalis atau support system untuk mempercepat sekolah mencapai visi dan misinya. Serta ikut membantu meningkatkan program-program yang ada di sekolah.
“Program-program yang disusun itu merupakan hasil diskusi bersama antara sekolah dengan komite. Setelah dipetakan dan teralokasikan pendanaannya, maka ditentukan mana yang bisa ditanggulangi oleh BOPD/BOS, mana yang tidak,” jelasnya.
“Pasalnya bantuan itu ada ketentuan-ketentuannya. Sehingga terdapat beberapa bagian yang tidak terdanai oleh dana BOS maupun BOPD. Itu menjadi ranah komite sebagai dasar untuk mengkomunikasikan kepada orang tua siswa,” sambungnya.
Iuran di Sekolah
Mengenai kebijakan komite sekolah mengenai iuran, Cartono mengungkapkan dalam Permendikbud bukan lagi iuran, tapi sifatnya adalah sumbangan. Walaupun hal ini masih menjadi perdebatan diantara orang tua siswa.
“Kalau pungutan itu hasil dari musyawarah bersama para orang tua siswa, setelah melihat bagaimana kebutuhan program sekolah, ada yang mengatakan kalau itu menjadi keputusan bersama dan hasil musyawarah yang tidak ada unsur paksaan, dilakukan secara demokratis. Mereka bersepakat itu bisa dikatakan sebagai sumbangan dan itu sah-sah saja sebetulnya. Tetapi ada pihak lain yang mengatakan itu termasuk dalam kategori pungutan, karena ada ketentuan besarannya” ungkapnya.
Namun, Cartono menyampaikan supaya penafsiran sumbangannya tidak menimbulkan perdebatan di masyarakat, khususnya diantara para orang tua siswa, maka lebih baik dikembalikan menjadi konsep iuran, supaya jelas.
“Jadi, itu harus jadi bahan pertimbangan para pemegang kebijakan, antara konsep sumbangan dan konsep iuran yang ditetapkan oleh pemerintah, dan harus disertai dengan aturan yang jelas,” pungkasnya. (ran)