JAKARTA, WWW.PASJABAR.COM– Dalam beberapa tahun terakhir, ketertarikan terhadap kuantifikasi food loss and waste (FLW) telah meningkat di tingkat nasional maupun global.
Hal ini mendorong Koalisi Food and Land Use (FOLU) Indonesia bersama dua mitranya yakni Parongpong dan Garda Pangan untuk menyusun panduan perhitungan FLW bagi ritel dan petani swadaya yang disesuaikan dengan protokol internasional.
Kolaborasi ini dimulai dalam kick off meeting yang berlangsung secara daring pada Kamis (5/10/2023).
“Proyek pembuatan protokol food loss and waste kolaborasi koalisi FOLU Indonesia, Parongpong, dan Garda Pangan ini merupakan tindak lanjut dari laporan FLW yang dikeluarkan oleh Bappenas tahun 2021 sebagai perhitungan standar nasional yang akan digunakan untuk menghitung FLW yang dihasilkan,” tutur Kepala Sekretariat Koalisi FOLU Indonesia, Gina Karina dalam rilis yang diterima PASJABAR, Jum’at (6/10/2023).
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) (2021), Indonesia menghasilkan FLW sebanyak 115-184 kg per kapita per tahun pada periode tahun 2000-2019.
Kerugian ekonomi yang dihasilkan sekitar 4-5 %dari PDB Indonesia per tahun. Dilihat dari dampak lingkungan, perkiraan kontribusi emisi dari FLW per tahun sebesar 7,29% dari total emisi GRK di Indonesia.
Di sisi lain, total kehilangan kandungan gizi yang diakibatkan dapat memenuhi kebutuhan gizi 61-125 juta orang per tahun atau setara dengan 29-47% penduduk Indonesia.
Food waste menyumbang jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah food loss.
Timbulan sampah pangan terbanyak berasal dari tahap konsumsi, yaitu sebesar 5-19 juta ton/tahun. Sedangkan ditinjau dari sisi jenis pangan, sektor holtikultura terutama sayur-sayuran menjadi jenis pangan yang paling tidak efektif, di mana kehilangannya mencapai 62,8%dari seluruh suplai domestik sayur sayuran yang ada di Indonesia.
Di sisi lain, pengurangan susut dan limbah pangan merupakan salah satu tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada nomor 12.3, yaitu mengurangi hingga setengahnya limbah pangan per kapita global di tingkat ritel dan konsumen dan mengurangi kehilangan makanan sepanjang rantai produksi dan pasokan termasuk kehilangan saat panen.
Kolaborasi ini akan menyusun panduan perhitungan FLW berdasarkan FLW Protocol yang dikeluarkan lembaga internasional antara lan UNEP, WBCSD, WRAP, dan WRI; yang kemudian disesuaikan dengan konteks lokal di Indonesia.
Eva Bachtiar dari Garda Pangan mengatakan, “Ketersediaan standar Panduan Perhitungan FLW yang diakui secara internasional krusial untuk berbagai entitas, agar FLW yang dihasilkan dapat terdata dengan metode yang tepat. Kuantifikasi data FLW ini penting bagi entitas terkait agar lebih termotivasi untuk mengambil langkah penanganan FLW,” ungkapnya
“Sedangkan secara nasional, kita butuh panduan yang terstandarisasi agar data yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan sekaligus dapat dibandingkan secara kuantitatif,” imbuhnya.
Rendy Aditya Wachid dari Parongpong mengatakan, “Untuk meningkatkan kesadaran akan FLW, Parongpong berperan melakukan kampanye melalui sosial media, perilisan episode podcast dengan konten kreator, siaran /ive bersama Garda Pangan dan retail, serta Focus Group Discussion
Dengan tema FLW dan pengaruhnya untuk retail dan smallholders farmers. Kemudian akan dilakukan Program Aktivasi dengan tema workshop Mengompos Food Waste yang dipandu oleh unit Koperasi Sampah Parongpong (Kopong).
Pemerintah pun mengapresiasi upaya penyusunan protokol yang dilakukan Koalisi FOLU Indonesia, “Harapannya, data hasil nset ini bisa tersistem dan tersinkronisasi dengan aplikasi Bapanas (Boros Pangan) sehingga data pangan berlebih khususnya food waste yang bisa dikonsumsi di ritel bisa terhubung dengan pemerintah dan bank pangan (food bank),” tutur Febrina Cholida selaku perwakilan Badan Pangan Nasional (BAPANAS) dalam kick-off meeting bersama Koalisi FOLU Indonesia.
Sektor swasta, diwakili oleh Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) juga menyambut baik kegiatan penyusunan protokol FLW ini.
“Kami mengharapkan panduan perhitungan food waste yang dihasilkan komprehensif, sehingga tidak hanya sesuai untuk supermarket, tetapi juga minimarket dan hypermarket, dan dalam hal ini APRINDO akan men-support sosialisasinya,” pungkas Wakil Ketua APRINDO, D. Yuvlinda Susanta. (*/tiwi)