Oleh: Ketua Umum Pengurus Besar Paguyuban Pasundan, Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – (BANDUNG, (PR).) Lulusan Universitas Pasundan jangan sampai menjadi tambahan beban bagi masyarakat. Justru sebaliknya, setiap alumnus Universitas Pasundan harus bisa menjadi jalan keluar atau solusi bagi setiap problematika kehidupan saat ini.
Hal itu disampaikan Ketua Senat Universitas Pasundan sekaligus Ketua Umum Paguyuban Pasundan M Didi Turmudzi menjelang Wisuda Gelombang II Sarjana, Magister, dan Doktor Universitas Pasundan yang dilaksanakan di Sasana Budaya Ganesha Jalan Tamansari Kota Bandung, Sabtu (23/4/2016). Wisuda yang akan meluluskan sekitar 1.000 lulusan setiap jenjang itu juga akan dihadiri Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa.
“Oleh karena itu, ciptakanlah lapangan kerja walau hanya untuk diri sendiri. Sebab, saat ini banyak orang kehilangan pekerjaan dan tingkat pengangguran semakin tinggi. Dalam situasi sulit, orang tidak punya banyak pilihan. Namun, spirit pendiri Unpas yang selalu ingin mengangkat harkat dan martabat, dapat menjadi inspirasi ke mana pun Anda pergi,” kata Didi Turmudzi.
Ia menambahkan, para pendiri dan perintis Unpas tidak mengharapkan lulusan Unpas untuk selalu menjadi nomor satu atau terbesar dalam melakukan sesuatu. “Mereka mengajarkan kepada kita untuk selalu menghadirkan kebaikan, keberkahan, dan kemaslahatan. Itulah nilai-nilai kehidupan yang sejati. Selamat berjuang untuk mendapatkan tempat terhormat di hati masyarakat. Bergabunglab bersama lebih dari 35.000 almamater di seluruh nusantara,” ujarnya.
Penyimpangan
Lebih jauh Didi kembali menguraikan perjuangan yang dirintis pendiri Paguyuban Pasundan yang juga termasuk bapak bangsa (founding fathers) perintis kemerdekaan. “Paguyuban Pasundan mengajak seluruh komponen untuk menghadirkan kesatuan politik demi lahirnya sebuah negara. Hal ini juga selaras dengan apa yang diperjuangan dua pendiri bangsa, Soekarno dan Hatta,” katanya.
Keduanya, menurut Didi Turmudzi, menolak paham individualisme dan menegaskan bahwa paham kemerdekaan Indonesia adalah rasa bersama dan kekeluargaan. Ini pula yang menjadi landasan perekonomian Indonesia.
“Namun, kenyataan hari ini sungguh bertolak belakang dengan prinsip itu. Ketika tidak ada lagi kepentingan bersama untuk rakyat, mengabaikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, tidak lagi pro-job, propoor dan hanya pro pada efisiensi ekonomi, artinya sudah menyimpang dari pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945 serta mandat konstitusi,” ucapnya menegaskan.
Namun, ia menyatakan, sungai boleh mengering air laut boleh surut, tetapi perjuangan mempertahankan diri, kehormatan, harkat, dan martabat, merupakan hal yang tidak berjangka waktu. “Ingat, pagar tanaman kita jangan dipindahkan orang, sawah ladang kita jangan habis terbawa arus. Memang, hari-hari ke depan semakin berat. Namun, kita punya optimisme karena kita punya Allah swt. Dengan ikhtiar, motivasi, dan kerja keras, insya Allah akan ada jalan keluar dan kekuatan menapakinya,” ucapnya. (han)