BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Penanganan sampah masih menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh lapisan di Kota Bandung. Meski begitu, ada banyak inovasi yang lahir dari masyarakat.
Dilansir dari bandung.go.id pada Rabu (10/5/2023), salah satunya Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Dago Barat Resik Hejo (Dabaresih) di RT 08 RW 05 Kelurahan Dago Kecamatan Coblong. Kelompok masyarakat di sini mengaplikasikan program Kang Pisman sebagai upaya penanganan sampah di Kota Bandung.
Bergerak sejak 2020 atau tepatnya pada awal masa pandemi, Inisiator Dabersih Agus Sukaryat menggagas berbagai kegiatan. Mulai dari sosialisasi program Kang Pisman, hingga kegiatan yang senafas dengan program Buruan Sae.
“Kita melihat semakin banyak pemukiman, dan sampahnya makin banyak. Dari sana kita melakukan sosialisasi di tingkat keluarga agar mereka melakukan pemilahan sampahnya dari rumah,” terang Agus.
Ia mengisahkan, kegiatan pengumpulan dan penjemputan di bank sampah berjalan setiap Sabtu. Masyarakat dapat membawa sampah terpilahnya dan menabung sampah di sini.
“Kami fasilitasi pewadahannya, buku tabungannya juga, dan kami ikuti program Bank Sampah Induk,” kata Agus.
Program tersebut antara lain tukar sampah dengan logam mulia, membayar cicilan dengan sampah, dan masih banyak lagi.
Agus juga menjelaskan, bank sampah RW 05 Dago menerima sampah anorganik kardus, plastik, kertas, besi, hingga minyak jelantah. Selain itu, mereka juga mengolah sampah organik dari warga.
“Kita sediakan ember-ember. Sehingga masyarakat bisa mengumpulkan sisa makanan mereka ke ember tersebut dan kita jemput setiap Sabtu,” terangnya.
Fasilitas yang Dimiliki Dabersih RW 05
Saat ini, Dabaresih memiliki fasilitas mulai dari pengolahan sampah organik, bata terawang, lodong sesa dapur (loseda), drum komposter, serta wadah sisa makanan (wasima).
Selain itu, kelompok swadaya masyarakat ini mengagas kolaborasi dengan restoran yang ada di wilayah sekitar untuk mengolah sampah produksi makanan.
Berbicara tantangan, Agus tak memungkiri dalam tiga tahun ini sosialisasi menjadi kendala mengubah kebiasaan masyarakat menjadi lebih baik.
Meski begitu, ia mengaku saat ini masyarakat RW 05 Dago sudah teredukasi dan kompak menerapkan Kang Pisman.
“Kalau warga diperhatikan, diedukasi, mereka mau untuk memilah sampah. Tapi memang perlu kita monitoring. Tidak lepas dari monitoring pengurus RW, Lurah, Camat,” tuturnya.
Persiapkan Kolaborasi
Ada banyak inovasi pengolahan sampah menjadi energi terbarukan di berbagai kota/kabupaten di Indonesia. Berkaca pada hal tersebut, Dabaresih juga sedang mempersiapkan langkah ke sana.
Agus menyebut, saat ini Dabaresih sedang menjajaki kerja sama dengan Get Plastic, salah satu organisasi pegiat lingkungan dalam menghadirkan Pirolisis. Kata Agus, alat ini mampu mengonversi sampah menjadi bahan bakar. Mulai dari bensin hingga solar.
“Satu kilogram sampah plastik dapat menjadi satu liter solar. Tentu ini merupakan inovasi luar biasa,” ucapnya.
Secara teknis, nantinya di sungai di wilayah RW 05 Dago akan dipasang jaring. Nantinya, sampah yang bisa laku di bank sampah akan masuk ke sana. Sedangkan sampah residu akan diolah menjadi BBM lewat mesin pirolisis.
Saat ini, pihaknya sedang dalam penjajakan untuk melakukan pendampingan. Ia berharap kolaborasi ini dapat secepatnya bisa diaplikasikan di wilayah RW 05 Dago.
“Kita lakukan pendampingan, kita siapkan gudangnya, dan setelah mesin datang, kita bisa mulai. Pertengahan tahun ini kita pendampingan dulu. Semoga tahun ini bisa terealisasi,” kata Agus.
Masalah Sampah, Kesadaran Bersama
Lebih lanjut, Agus menyebut penanganan masalah sampah adalah tanggung jawab bersama. Baik itu pemerintah ataupun masyarakat.
Ia menilai hadirnya TPA Cicabe sebagai solusi tepat untuk penanganan darurat sampah yang terjadi di Kota Bandung belakangan ini.
Meski begitu, upaya tersebut kata Agus perlu dibarengi dengan perubahan cara memperlakukan sampah di rumah.
“Hal yang lebih penting sampah ini selesai di rumah tangga,” terangnya.
Oleh karenanya, Agus mengajak masyarakat Kota Bandung untuk juga sama-sama menjadi mitra yang baik bagi pemerintah dalam upaya penanganan sampah.
“Ini bukan hanya tugas pemerintah. Tetapi tugas kita semua. Kita bisa memulai hidup minim sampah, dan melakukan pemilahan sampah sejak di rumah,” katanya.
Mike, salah satu warga RT 08 RW 05 merasa terbantu dengan adanya Dabaresih dan program penanganan sampah di tempat tinggalnya. Menurutnya, ia dapat mereduksi sekitar 60 persen sampah rumah tangga di rumahnya.
“Dengan adanya program ini, saya terbantu. 60 persen sampah di rumah berkurang,” ujarnya.
Secara pribadi, ia menilai keuntungan memperlakukan sampah dengan bijak lebih kepada kebersihan kota. Di sisi lain, ada nilai ekonomis yang juga bisa didapatkan dari sampah.
“Alam bakal ditempati anak cucu. Jadi mari kita jaga. Selain itu, sampah juga punya nilai ekonomis,” tuturnya. (*/ran)