BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung akhirnya menanggapi aksi demo orang tua di Pemkot Bandung kemarin (3/7/2019). Dalam aksi yang sebagain besar adalah ‘Emak-Emak” yang anak mereka menjadi korban sistem zonasi PPDB.
Tanggapan tersebut disampaikan Kepala Seksi Kurikulum SMP Disdik Kota Bandung, Bambang Ariyanto, Kamis (4/7/2019).
Dikatakannya, aspirasi tentang pendidikan di Kota Bandung memang cukup banyak, terutama prihal zonasi. Namun ditegaskan Bambang jika itu kebijakan dari Pemerintah Pusat yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)
“Kalau zonasi kan Disdik landasannya sesuai Permendikbud nomor 51 tahun 2018. Semuanya kabupaten kota wajib melaksanakan PPDB berbasis zonasi, jadi ini kan tidak bisa ditolak,” jelas Bambang.
Sedangkan perihal adanya keluhan soal jalur kategori Rawan Melanjutkan Pendidikan (RMP), Bambang menerangkan, jatah untuk calon peserta didik ini juga terbentur dengan kuota sekolah. Saat ini, keberadaan SMP negeri di Kota Bandung hanya bisa menampung 40 persen lulusan SD.
“Nah kalau disalurkan ke negeri pasti berkenaan dengan kuota. Karena kuoata PPDB SMP negeri sekarang hanya 16.000an siswa se-Kota Bandung sementara lulusan SD itu ada 40.000an siswa. Jadi kita hanya bisa menampung sekitar 40 persen. Kalau memaksa ingin ke negeri pasti semuanya tidak bisa terakomodir,” bebernya.
Meski begitu, Bambang mengaku akan tetap menindaklanjuti keluhan masyarakat soal jalur RMP ini. Apabila telah memenuhi persyaratan dan telah menempuh jalur sesuai aturan, dia membuka kemungkinan calon peserta didik tersebut bisa saja diterima di sekolah yang dituju.
Namun, jika ternyata tidak sesuai aturan maka pihaknya akan mengarahkan masuk ke sekolah swasta. Dia mengimbau, agar masyarakat dengan jalur RMP ini tak perlu khawatir bersekolah di swasta, karena untuk urusan biayanya Disdik Kota Bandung sudah menyiapkan alokasi khusus.
“Datanya sudah ke Disdik nanti dipelajari dipilah kasus per kasus. Kalau ada kesalahan input pihak sekolah akan diproses agar bisa sekolah di situ. Kalau tidak ada kesalahan dan hanya keinginan sekolah di negeri akan kita salurkan ke swasta,” katanya.
“Disdik sudah menganggarkan buat RMP yaitu dana investasi, dana personal dan dana operasional yng besarannya tiap RMP kurang lebih Rp4,5 juta per siswa per tahun. Jadi di mana pun siswa miskin sekolah di Kota Bandung ya sudah dijamin,” jelasnya.
Hanya saja, Bambang mengamati bahwa persoalan yang berkembang di masyarakat sekarang ini masih berorientasi untuk menyekolahkan anaknya di SMP negeri.
Disdik juga berkomitmen agar mutu pendidikan di Kota Bandung merata. Komitmen tersebut diwujudkan dengan mendirikan tujuh rintisan SMP baru.
Hal itu juga guna merespon aspirasi masyarakat perihal ketersediaan sekolah di area ‘blankspot’ dan juga di kawasan dengan padat penduduk.
Ada tujuh sekolah rintisan yang sedang dikerjalan Disdik untuk mengatasi blank spot tersebut yaitu, SMP 59 di Cicabe untuk wilyah timur, SMP 60 di Ciburuy untuk wilayah selatan, SMP 61 di Cimuncang. Lalu SMP 62 di Kebon Gedang di Kiaracondong, SMP 63 di Cihaurgeulis, SMP 64 di Sukajadi dan SMP 65 di Ciwastra.
“Disdik terus berupaya membuka sekolah rintisan sekalipun untuk mewujudkannya pun terbilang tidak mudah,” kata Bambang.
Tak hanya itu, Disdik sedang membidik sejumlah sekolah yang berada di wilayah pinggiran atau perbatasan Kota Bandung untuk perbaikan. Bukan hanya infrastruktur tetapi juga pemetaan guru.
“Para gurunya sedang dipetakan akan dirotasi mutasi. Kurang lebih sekitar 3.000 guru. Guru yang gradenya bagus akan dipindah ke sekolah pinggiran agar di sekolah pinggiran ada peningkatan mutu pelayanan pendidikan,” katanya. (put)