BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Sejak kelahirannya pada 20 Juli 1913, Paguyuban Pasundan sudah memiliki visi lokal maupun global yaitu menyebarkan nilai-nilai kesundaan dan keislaman yang keduanya berjalan selaras dan berkesinambungan secara normatif dan komprehensif.
Adapun nilai-nilai keislaman, salah satunya nampak jelas dalam pendidikan dibawah naungan Paguyuban Pasundan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Sebut saja dalam perguruan tinggi seperti Universitas Pasundan (UNPAS), STIE Pasundan Bandung, STKIP Pasundan Cimahi dan STH Pasundan Sukabumi yang mengedepankan pengajaran Islam lewat pemberian Mata Kuliah Agama Islam dalam dua semester diberbagai fakultas maupun jurusan.
“Islam yang diajarkan adalah Islam yang harmoni, yang merangkul bukan memukul. Bagaimana karakter yang lahir menjadi mulia, tak hanya kaya akan pengetahuan Islam tapi juga pada pengetahuan yang membawa damai, tenang tak gaduh,” jelas Wakil Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Paguyuban Pasundan sekaligus guru besar FISIP UNPAS, Professor. Dr Ali Anwar Yusuf M.si
Islam yang merangkul sebab Islam hadir sebagai Islam Rahmatan Lil ‘alamin yakni rahmat bagi seluruh alam semesta, membawa damai kepada semua umat manusia tanpa membedakan suku, bangsa, ras dan lainnya. Juga rahmat bagi makhluk lainnya baik flora dan fauna.
Prof Ali kepada www.pasjabar.com, pada Selasa (9/7/2019) mengungkapkan bahwa komitmen menyebarkan syi’ar Islam oleh Paguyuban Pasundan juga dikembangkan dengan didirikannya Tsanawiyah, Aliyah, dan Pesantren Paguyuban Pasundan yang terletak di Bandung kabupaten, Bandung Barat , Garut, dan Cianjur.
“Disamping itu, Paguyuban Pasundan pun bersinergis untuk mengkaji keislaman dan menyusun bagaimana pandangan Islam terhadap berbagai bidang ilmu pengetahuan. Yang nanti diajarkan di dalam lingkungan yayasan pendidikan pasundan,” tambahnya.
Sementara itu, saat ini UNPAS sendiri memiliki 37 prodi, dan setiap prodi memiliki sentuhan Islam, seperti ada prodi Teknik Lingkungan, bagaimana teknik lingkungan dalam pandangan Islam agar semuanya saling berkolaboratif dan satu nafas antara ilmu pengetahuan, nilai-nilai keislaman, dan kesundaan.
“Sejak awal masuk ke universitas bahkan mahasiswa pun sudah mendapatkan pembekalan ESQ, berlanjut dengan pembelajaran di tengah-tengah proses akademik dan terakhir saat mereka akan meninggalkan almamater agar nilai-nilai kebijaksanaan Islam akan membekas dalam diri mereka, dan memiliki hubungan yang baik, entah itu di ranah vertikal maupun horizontal. Sebab kecerdasan dalam bersosial juga sangat penting,” tuturnya.
Prof Ali juga menerangkan bahwa dipadukan dengan nilai sunda, keislaman berjalan beriringan, seperti silih asah silih asih, begitu sangat islami seperti halnya 5 mutiara dalam sunda yaitu bener, bageur, cageur, pinter dan singer yang merupakan karakter yang harus dimiliki.
“Keislaman menjadi pondasi dalam membangun karakter sepeti pernyataan Einstein bahwa Science without religion is lame, religion without science is blind. Yang saya maknai sendiri bahwa agama tanpa ilmu pengetahuan lumpuh, dan ilmu pengetahuan tanpa agama itu ripuh,” tendasnya sambil mengulas senyum.
Terakhir Prof Ali berharap lewat Paguyuban Pasundan akan lahir para negarawan yang tidak hanya memiliki kapasitas intelektual tapi juga menjadi para ekonom, pendidik, ilmuan yang bermoral dan membawa nilai-nilai profetik.
“Semoga di Milangkala ke 106 ini, Paguyuban Pasundan bisa semakin berkembang dan hadir secara menglobal, sebab eksistensinya tak hanya ada di Jawa Barat tapi juga nasional hingga mancanegara sehingga muncul istilah dari sunda untuk dunia,” pungkasnya. (Tan)