BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Sejak ramai tentang virus corona alias COVID-19 di Wuhan, China, publik dibuat kaget dengan penampilan tim medis yang melakukan penanganan. Mereka memakai baju serba tertutup. Bahkan, sebagian orang menyebut baju itu mirip baju astronot.
Tapi, perhatian publik terhadap COVID-19 ini sempat turun. Namun, sejak Senin (2/3/2020), perhatian publik kembali terhadap COVID-19 kembali tersedot karena ada dua pasien positif di Depok. Apalagi, pengumuman ini disampaikan langsung Presiden Joko Widodo.
Salah satu yang kembali jadi perhatian publik adalah pakaian ‘astronot’ tim medis. Di satu sisi, hal itu memicu rasa penasaran publik. Banyak yang heran kenapa tim medis berpakaian seperti itu.
Di sisi yang lain, sebagian masyarakat beranggapan penggunaan pakaian itu seolah menegaskan bahwa COVID-19 memang amat sangat berbahaya. Tapi, apa sih sebenarnya membuat tim medis berpakaian serba tertutup mirip astronot itu?
Menurut Wakil Ketua Tim Infeksi Khusus Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung Anggraeni Alam, memang secara tingkat kematian, COVID-19 hanya merenggut 2 persen nyawa dari keseluruhan kasus.
Angka ini sangat jauh lebih kecil dibanding penyakit lain yang hampir serupa. Mers CoV misalnya, tingkat kematiannya lebih dari 30 persen. Bahkan, avian influenza alias flu burung bisa merenggut nyawa hingga 50:50.
Jika tak seberbahaya penyakit itu dan beberapa penyakit lain, kenapa pakaian tim medis harus seperti astronot? Itu karena tingkat penularan COVID-19 tergolong tinggi.
“Ada rentang 1,4sampai 3,3, artinya dari satu pasien baru (terjangkit COVID-19) atau kasus terkonfirmasi positif, dia bisa menularkan ke empat orang lain. Dari satu orang yang tertular itu bisa menularkan ke empat orang lainnya,” ujar Anggraeni dalam Webinar RSHS tentang COVID-19 di RSHS, Kota Bandung, Kamis (5/3/2020).
Karena tingkat risiko penularan yang tinggi, otomatis petugas medis yang menangani pasien COVID-19 harus memakai alat pelindung diri (APD). Bentuknya memang sekilas mirip astronot. Tujuannya agar potensi penularan virus dari pasien ke petugas medis bisa diminimalisir.
Itu jadi alasan kenapa pakaian yang digunakan adalah baju steril khusus yang hanya digunakan di dalam ruangan isolasi saja. Selain itu, ada penggunaan masker, biasanya masker tipe N95. Penggunaan kacamata pelindung juga wajib dikenakan.
“Memang kita ketahui bahwa angka kematiannya tidak setinggi penyakit lain seperti SARS, MERS CoV, atau flu burung. Tapi, kehati-hatian menjadi hal utama yang memang harus dilakukan petugas kesehatan,” ungkapnya.
“Karena mereka yang langsung berhadapan dengan pasien tersebut dan pasien tersebut bukan pasien yang ringan, yang dihadapi adalah pasien berat dan butuh perawatan (khusus) di rumah sakit,” jelas Anggraeni.
Karena itu, petugas medis wajib menggunakan pakaian khusus itu. Tidak hanya di Indonesia. Hal ini berlaku di seluruh dunia. “Ini tidak hanya di Indonesia. Memang ini suatu protokol atau guidance yang perlu dilakukan (di semua rumah sakit di dunia),” kata Anggraeni.
Tapi, penggunaan pakaian ini bukan hanya saat penanganan pasien COVID-19 saja. Penggunaan pakaian ini adalah hal lumrah saat yang ditangani adalah pasien dengan penyakit khusus dengan tingkat penularan tinggi dan dirawat di ruang isolasi khusus. (ors)