BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Kenaikan harga sejumlah komoditas memicu inflasi di Jabar pada bulan Maret 2020. Komoditas yang mengalami kenaikan harga dan memberikan andil inflasi antara lain telur ayam ras dan daging ayam ras.
Harga kedua komoditas ini mengalami kenaikan dalam beberapa Minggu ini. Sehingga memicu terjadi inflasi sebesar 0,31 persen di Jawa Barat.
Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat mencatat pada Maret 2020 IHK (Indeks Harga Konsumen) Gabungan Jawa Barat yang meliputi 7 kota yakniKota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok dan Kota Tasikmalaya mengalami kenaikan indeks. IHK dari 105,29 di Februari 2020 menjadi 105,62 di Maret 2020.
“Dengan demikian terjadi inflasi sebesar 0,31 persen di Jawa Barat,” kata Kepala BPS Jawa Barat Dody Herlando dalam pemaparan inflasi melalui video conference, beberapa waktu lalu dalam siaran persnya kepada Pasjabar, Minggu (5/4/2020).
Sementara itu Praktisi Peternakan, Deki Neriawan mengatakan, wabah covid-19 mewabah di Indonesia sejak bulan Februari, berdampak buruk bagi perekonomian negara.
“Daya beli masyarakat semakin bergerak turun. Tak terkecuali pada kemampuan beli Daging dan telur yang menjadi kebutuhan pokok guna menunjang kecukupan gizi agar tubuh tetap fit dan mampu meregenerasi sel melalui asupan protein daging dan telur,” kata Deki, Minggu (5/4/2020).
Berdasarkan survey pasar, harga daging ayam dipasar berkisar antara Rp. 30.000 – Rp. 35.000/ kg. Sementara itu harga ayam dari kandang per tanggal 03 April 2020 berkisar antara Rp. 5.500 – Rp. 8.000 / kg diwilayah pulau jawa (sumber data Pinsar). Tentu ini menjadi pukulan telak bagi peternak Rakyat, dimana harga pokok produksi perkilo daging berkisar antara Rp. 18.000 s/d Rp. 19.000,-.
“Jika kondisi ini berlanjut sampai dua minggu kedepan, maka bisa dipastikan seluruh peternak rakyat akan gulung tikar yang akan diikuti gelombang PHK secara besar, kemungkinan bila dihitung bisa mencapai 12 juta karyawan,” katanya.
Ia mengatakan, sebagian besar pelaku usaha perunggasan skala rakyat memandang pemerintah tidak bersikap bijak pada usaha perunggasan dan terkesan tutup mata dalam menghadapi gejolak ekonomi sektor pangan tersebut. Hal ini diperparah dengan pemberlakuan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSSB) sejak maret lalu tanpa diimbangi solusi yang berpihak pada rakyat secara umum dan pelaku usaha perunggasan secara khususnya.
Disituasi seperti ini, kata Deki, seharusnya pemerintah hadir diantara peternak dan masyarakat (konsumen) agar peternak mampu bertahan dan masyarakat pun tercukupi kebutuhan gizinya. “Caranya dengan memasukan livebird dan karkas ayam sebagai program kartu sembako untuk masyarakat terdampak covid-19 dengan kerjasama pada peternak rakyat melalui harga acuan permendag No 7/2020,” katanya. (*/j-be)