BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Badan POM menggelar jumpa pers terkait beredarnya produk obat, jamu, herbal atau produk lainnya yang mengklaim bisa menyembuhkan dan atau menangkal Covid-19 pada Senin, (10/8/2020) via aplikasi zoom.
Acara ini pun dinarasumberi oleh Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, dan Deputi II Badan POM, Bidang Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik Drs. Mayagustina Andarini Apt. Msc,.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengungkapkan beredarnya fenomena klaim produk tersebut dapat meresahkan, membingungkan bahkan menyesatkan publik, dan menabrak pakem perlindungan konsumen. Maka YLKI dan Badan POM berusaha mengupas dan menyikapi hal tersebut.
“Wabah Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda kapan akan mereda, malah kian banyak masyarakat yang positif terinfeksi. Tentu saja hal ini menimbulkan kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Kondisi ini kemudian menimbulkan maraknya obat herbal atau jamu yang mengklaim bisa membunuh dan atau menyembuhkan virus Covid-19 tersebut,” terangnya.
Teguh juga menyampaikan bahwa obat herbal atau jamu yang mengklaim bisa menyembuhkan dan atau membunuh virus Covid-19 adalah tidak benar, dan mengelabui konsumen. Sebab sampai sekarang Badan POM belum pernah memberikan izin edar terhadap obat herbal semacam itu, bahkan untuk obat kimia sekalipun.
“Obat herbal secara fungsional tidak bisa membunuh virus, tapi hanya memerkuat imunitas tubuh. Obat herbal itu ibaratnya sepasukan tentara, untuk memperkuat pertahanan tubuh saja, bukan untuk membunuh virus,” jelasnya.
Di samping itu, bahwa obat herbal dimaksud harus mengantongi izin edar dan klaim yang dicantumkan harus sesuai dengan izin edar yang diberikan. Adalah sebuah pelanggaran jika produsen melakukan over klaim, dan hal tersebut bisa dipidana, karena melanggar berbagai UU, antara lain UU Perlindungan Konsumen dan UU Kesehatan.
“YLKI meminta agar masyarakat berhati-hati dan tidak tidak terjebak pada iklan iklan yang over klaim tersebut, dan bahkan tidak tertipu. Sebab obat yang over klaim itu, dan kemudian dikonsumsi, bisa jadi obat herbal tersebut dicampur dengan zat kimia obat. Dan jika hal ini terjadi merupakan pelanggaran, dan tindakan yang sangat membahayakan bagi keselamatan konsumen,” paparnya.
Obat herbal, terang Tulus bukan berarti tidak boleh digunakan atau dikonsumsi, tetap bisa digunakan dan justru merupakan kekayaan fitofarmaka bangsa Indonesia, yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Namun obat herbal dimaksud harus tetap mengantongi izin edar dari Badan POM, dan tidak menyalahi izin edar, khususnya dalam klaim yang dilakukan. Jadi konsumen tetap bisa mengonsumsi obat herbal asal sesuai izin edar dan peruntukannya.
“Selain itu, YLKI juga menandaskan beberapa hal penting, yaitu agar Badan POM terus melakukan pendampingan terhadap para produsen obat herbal, agar bisa melakukan proses produksi yang memenuhi standar, yaitu memenuhi standar CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan bersinergi lebih kuat lagi, terkhusus dengan Kementerian Kominfo, untuk melakukan upaya penegakan hukum, terutama melakukan take down terhadap iklan iklan over klaim obat herbal yang marak di media sosial,” tandasnya.
Badan POM dan Kemenkes juga perlu memerkuat upaya edukasi konsumen, untuk meningkatkan literasi atau pengetahuan konsumen terhadap produk obat. Sebab maraknya peredaran obat herbal dengan klaim penyembuh atau pembunuh Covid-19, juga dipicu oleh masih lemahnya literasi konsumen terhadap produk obat.
“Kami juga berharap agar pejabat publik tidak memberikan contoh buruk dalam memberikan pernyataan dan atau mempromosikan produk produk yang tidak mempunyai standar yang jelas, contohnya kalung ekaliptus. Terakhir dilakukan oleh orang yang mengaku profesor HP. Hal tersebut merupakan preseden buruk dan melakukan tindakan pembodohan pada masyarakat konsumen,” pungkas Tulus. (Tan)