BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Jabar Bergerak Waringkas menggelar World Mental Health Talkshow dengan tema Kesehatan Mental untuk Semua Investasi Lebih Besar-Akses Lebih Besar pada Jumat, (16/10/2020) via zoom yang ditayangkan secara live oleh Youtube Pas TV.
Acara yang diselenggarakan oleh Jabar Bergerak Bidang Konseling ini pun merupakan kolaborasi dari Jabar Bergerak Kota Bandung, Jabar Bergerak Kabupaten Bandung Barat (KBB) dan Jabar Bergerak Kota Cirebon.
Turut hadir Founder JABAR Bergerak, Atalia Praratya, M. I.Kom, Ketua Jabar Bergerak KBB, Sonya Fatmala, Ketua Jabar Bergerak Kota Cirebon, NR Madyawati dan Ketua Jabar Bergerak Kota Bandung, Adinda Adwianzasa.
Acara ini pun diawali dengan senam virtual bersama Intan Bestari (kota Bandung), Shinta Nurwulandari (KBB) dan Ane Julaeha (Kota Cirebon) untuk kemudian talkshow bersama Narasumber Psikiater Klinik Utama Jiwa Nur Ilahi, dr. Djatmiko Soenarko., Sp.KJ. dan pembagian doorprize meriah di akhir acara.
Founder JABAR Bergerak, Atalia Praratya, M. I.Kom, dalam sambutannya mengungkapkan bahwa ia sangat mengapreasiasi kepada Jabar Bergerak yang selalu konsisten melaksanakan kegiatan dalam upaya menjaga kesehatan, salah satunya adalah peringatan hari kesehatan jiwa yang dilaksanakan pada hari ini.
“Kesehatan jiwa sangat penting untuk terus digelorakan kepada masyarakat, karena di masa pandemi COVID 19 ini telah memberikan dampak masalah bagi keluarga, tidak hanya ibu dan bapak tapi juga para remaja, hal ini terlihat dari kasus kejiwaan yang mengalami kenaikan,” tetangnya.
Atalia melanjutkan bahwa berdasarkan data dari 1465 mahasiswa di Indonesia saat pandemi, sebanyak 47% mengalami depresi. Di mana diantaranya sebanyak 32% mengalami gejala ringan dan 2,5% mengalami gejala yang berat.
“Kondisi masalah kejiwaan ini disebabkan beberapa faktor seperti perubahan sistem pendidikan, yang biasanya bertemu teman-teman, saat ini berada di rumah setiap hari, melakukan Pembelajaran Jarak Jauh lewat laptop atau handphone, dan sulit untuk berjalan-jalan, bermain atau berorganisasi,” terangnya.
Di samping itu, lanjut Atalia depresi juga disebabkan oleh hoaks yang menebarkan kecemasan, serta informasi yang selalu berubah-rubah menyebabkan ketakutan, terlebih angka kematian yang masih terus diinformasikan.
“Banyak orang yang kehilangan pekerjaan data menunjukan lebih dari 3 juta orang di Jawa Barat sampai Mei 2020 di berhentikan, tidak ada kejelasan kapan COVID 19 akan berakhir. Oleh karena itu, penting untk bisa membahagiakan diri sendiri,” tandansya.
Acara Talkshow Mental Health tambah Atalia adalah untuk mengulas bagaimana strategi yang harus dilakukan dalam mengatasi gangguan jiwa.
“Saya terus memantau program Jabar Bergerak, yang selama ini masif dalam membantu masyarakat seperti saat terjadi bencana, saat pandemi ini aktif berbagi masker, sembako dan lain-lainnya. semoga 27 kota dan kabupaten Jabar Bergerak terus berjalan, semangatnya tidak kendor, salam sehat, salam kolaborasi,” tandas Atalia.
Sementara itu, Psikiater Klinik Utama Jiwa Nur Ilahi, dr. Djatmiko Soenarko., Sp.KJ. menyampaikan bahwa kesehatan jiwa adalah sebuah pondasi penting dalam menjaga keutuhan keluarga, disamping materi, terlebih di masa pandemi ini, setiap orang mengalami banyak tekanan.
“Seseorang yang mengalami masalah kejiwaan tidak selalu jelas terlihat, bahkan terkadang orangnya sendiri tidak merasa sakit, sehingga kita dapat mencari informasi agar dapat saling memberitahu dan waspada. Kapan waktunya kita melakukan konsultasi kepada ahli jiwa baik ke tingkat psikolog dan psikiater,” terangnya.
Gejala kecemasn dan depresi, dapat diketahui dari kinerja, seperti anak sekolah dalam belajar, seorang karyawan dalam bekerja, atau ibu rumah tangga dalam kemampuannya mengurus keluarga.
“Saat ini pasein gangguan jiwa lebih banyak, karena faktor karantina, kecemasan atau kemiskinan dan mereka membutuhkan penanganan yang berbeda sesuai dengan kondisi yang dialami. Semisal pendampingan kepada orang yang stress. Yakni sebuah kondisi di mana seseorang yang tidak mampu mengatasi masalahnya, sehingga berada dalam tekanan. Kondisi stress ini belum tentu sampai pada gangguan jiwa. Namun jika kondisi lebih parah dan berkepanjangan maka dibutuhkan penanganan lebih,” urainya.
- Djatmiko pun berpesan bahwa masyarakat tidak perlu merasa asing atau tabu untuk pergi ke klinik kesehatan jiwa dan berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. (Tan)