BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM– Mahasiswi semester IV jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Pasundan, Ulfah Mawaddah berbagi tips untuk meraih IPK yang tinggi.
Gadis yang akrab disapa Ulfah ini, terakhir meraih IPK 3,80.
“Sebetulnya, saya tidak pernah menargetkan untuk meraih IPK di atas 3,50. Yang ada di pikiran saya, intinya harus terus berusaha sebaik mungkin dengan belajar mandiri, menyimak pemaparan dosen, juga mendiskusikan materi-materi yang dirasa masih kurang paham bersama teman-teman,” terangnya.
Ulfah melanjutkan bahwa yang menjadi tujuan utamanya adalah, sebagai calon sarjana ekonomi, yakni harus memahami segala sesuatu terkait ilmu ekonomi, karena pada akhirnya kita harus mengimplementasikan hal tersebut kepada masyarakat selepas lulus nanti.
“Jadi saya hanya berusaha seoptimal mungkin untuk mematangkan wawasan dan pengetahuan saya, karena aku berpikir bahwa skor atau nilai akhir itu hanya bonus, yang terpenting adalah mendalami ilmu-ilmunya terlebih dahulu,” sambungnya kepada PASJABAR, Kamis (1/4/2021).
Adapun tips dari Ulfah untuk meraih IPK yang tinggi adalah meniatkan diri untuk belajar dan menambah pengetahuan. Karena dengan kita paham dan mengerti betul terhadap materi-materi perkuliahan, otomatis ketika nanti ujian kita akan bisa menjawab soal-soalnya dengan mudah. Sebab UTS maupun UAS memiliki bobot nilai yang cukup besar guna menentukan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK).
“Menurut saya, untuk meraih IPK yang tinggi belajar itu penting. Tapi tidak dengan selalu masuk kelas. Di sini bukan berarti saya setuju dengan segelintir mahasiswa yang sering skip ya. Yang saya maksud adalah, ketika suatu hari kita mengikuti kompetisi, atau bahkan izin dan sakit yang membuat kita terpaksa tidak menghadiri perkuliahan pun sebetulnya bukanlah alasan saat nantinya mendapat IPK yang ‘kurang’. Karena kita masih bisa mengejar ketertinggalan itu dengan belajar mandiri di rumah, meminta salinan catatan dari teman yang hadir dan menyimak, serta mendiskusikan hal-hal yang dirasa belum paham dengan dosen ybs pada pertemuan selanjutnya,” paparnya.
Berbicara soal hambatan, sejauh ini terang Ulfah adalah dirinya sendiri. Karena mau tidak mau, ia harus menjaga konsistensi dan bertanggung jawab untuk bisa membagi waktu antara kepentingan akademik dan non-akademik.
“Keuntungan di masa sekarang, menurut saya belum terlalu terasa sih. Tapi lebih ke masa depan, dimana ketika kita melamar pekerjaan, IPK cumlaude akan sangat diperhitungkan, tapi tentunya harus dibarengi dengan pencapaian-pencapaian non-akademik lainnya juga,” ucapnya.
Ulfah berharap ia bisa selalu memilah mana saja kegiatan yang sekiranya akan banyak berdampak positif terhadap kepentingan akademik maupun non-akademik. Ia juga berharap, agar selalu bisa terus membagi waktu antara berkuliah dengan tetap aktif organisasi serta mengikuti kegiatan maupun kompetisi di luar kampus.
“Pesan saya, jangan menargetkan IPK harus setinggi mungkin. Ingat kembali bahwa tujuan kita berkuliah adalah untuk belajar dan mendapatkan ilmu serta pengetahuan. Karena ketika kita sungguh-sungguh dalam memahami setiap materi mata kuliah, nilai atau IPK itu pada akhirnya akan mengikuti juga. Sebab yang terpenting bukanlah kuantitas berupa skor atau besaran nilai. Melainkan kualitas kita kelak sebagai seorang sarjana ekonomi,” pungkasnya. (tiwi)