BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM– Dengan dimulainya tahun ajaran 2021/2022 pada SMA/SMK/SLB Negeri di Jawa Barat, maka setiap sekolah mengadakan rapat dengan orang tua siswa peserta didik baru untuk membahas program dan pendanaan satuan pendidikan.
Ketua Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Iwan Hermawan mengatakan bahwa dalam pelaksanaannya terjadi multi tafsir antara APH, LSM dan Masyarakat atau orang tua siswa terhadap regulasi pendanaan pendidikan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah Jawa Barat, sehingga menimbulkan permasalahan permasalahan di lapangan.
Pertama, jelas Iwan adanya cuitan di twitter atas nama @emeson_yunto kepada gubernur jabar yang mengadukan adanya pungutan biaya gedung Rp 5 Juta dan SPP 300 ribu perbulan.
“Kemudian adanya surat klarifikasi sebuah LSM kepada SMKN 7 Bandung tentang pungutan DSP/SPP yang di tindak lanjuti dilaporkan kepada Penyidik Satserse Poltabes Bandung,” terangnya.
Tidak hanya itu, ada pula surat klarifikasi sebuah media online kepada SMAN 11 Bandung tentang pungutan DSP/SPP yang di tindak lanjuti musyawarah bersama FAGI dan LSM TUAR.
Kemudian adanya berita di koran Online Jabar Ekspes.com bahwa Saber Pungli Jabar Ungkap Pungutan Liar Rp 4 Juta Per Siswa di SMAN 1 Bekasi berdasarkan
kepada aturan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012, Pergub Jabar Nomor 43 Tahun 2020 dan UndangUndang Pendidikan Nasional.
“Selanjutnya Keluarnya SE Saber Pungli Jabar Nomor B/88/VII/2021 perihal himbauan larangan pungutan dalam penerimaan peserta didik baru pada nomor 2 huruf b disebutkan bahwa sejalan dengan program pemerintah tentang pembiayaan pendidikan dasar (SD/SMP ) serta dengan keluarnya peraturan gubernur nomor 43 tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pemberian Biaya Oprasional Pendidikan daerah pada SMA/SMK, SLB di daerah Provinsi Jawa Barat. maksimal iuran bulanan dan sejenisnya di hilangkan dan pada huru c disebutkan bahwa kepala satuan pendidikan dapat mempedomani Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 tentang komite sekolah,” tambahnya.
Iwan mengatakan bahwa berdasarkan Permendikbud Nomor 44 tahun 2014 tentang Tentang pungutan dan sumbangan biaya pendidikan pada satuan pendidikan dasar turunan dari PP 47 tahun 2008 tentang wajib belajar. Maka Tidak tepat jika di berlakukan untuk SMA dan SMK Negeri.
“Permendikbud 75 tahun 2016 tentang Komite sekolah mengatur Kinerja Komite Sekolah tidak tepat untuk mengatur Pendanaan Satuan Pendidikan . Permendikbud ini sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah 48 tahun 2008 Pasal 55 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Peserta didik atau orang tua atau walinya dapat memberikan sumbangan pendidikan yang sama sekali tidak mengikat kepada satuan pendidikan secara sukarela di luar yang telah diatur dalam Pasal 52,” jelasnya.
Tidak hanya itu, sambung Iwan bahwa berita koran Republika tanggal 8 Juni 2020 Ridwan kamil: Gubernur Jabar menyatakan bahwa SPP SMA dan SMK di Jabar gratis, artinya biaya Oprasi yang di gratiskan, bukan membebaskan biaya biaya investsi.
Adapun Pernyataan Dinas Pendidikan Jawa Barat yang diwakili Kabid PLK pada acara Audiensi FAGI dengan Komisi 5 DPRD Jabar pada tanggal 6 September 2021 bahwa setelah adanya bantuan BOPD berdasar Pergub No 43 tahun 2020 sekolah tidak lagi boleh memungut tetapi boleh sumbangan, baik Investasi maupun Oprasi.
“Dari fakta-fakta tersebut diatas menurut kami ada indikasi bertentangan dengan bebagai Peraturan Perundangan yakni UU D 1945 pasal 31, UU No 20 tahun 2003 pasal 46 serta Peraturan Pemerintah No 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan,” imbuhnya.
Berdasarkan indikasi pelanggaran perundang undangan tersebut, jelas Iwan maka pihaknya mengajukan sejumlah usulan.
“Gubernur Jawa Barat mengeluarkan Peraturan Tentang Pendanaan Pendidikan pada SMA/SMK dan SLB di Jawa Barat sebagaimana kewenangan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 12, bahwa pendidikan termasuk ke dalam Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar Serta Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 membagi urusan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi,” terangnya.
Di samping itu terang Iwan juga melakukan diskresi terhadap peraturan perundang-undangan yang dianggap bertentangan dengan program Gubernur Jawa Barat terkaitan Pendanaan Pendidikan berdasarkan Undang- Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan pasal 1 ayat (9) Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
“Kami berharap Gubernur Jawa Barat segera mengabulkan usulan kami, sehingga ada kepastian hukum di lapangan khusunya tentang Pendanaan pendidikan pada SMA/SMK dan SLB Negeri di Jawa Barat,” pungkasnya. (*/tiwi)