BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Dosen sosiologi keluarga Unair Prof. Dr. Sutinah, Dra., M.S., menyoroti kisah perselingkuhan yang diangkat dalam Serial Layangan Putus, yang kini tengah viral di media sosial. Menurut Guru Besar FISIP Unair ini, perempuan harus dapat membaca tanda-tanda jika pasangannya selingkuh. Selain itu, perempuan harus berdaya termasuk dalam sisi ekonomi.
Menurut Sutinah dalam mempertahankan perkawinan pasca perselingkuhan yaitu perlunya membangun trust kembali. Meskipun itu bukan hal yang mudah dilakukan bagi perempuan yang ‘tersakiti’. Tidak hanya itu, sambungnya, berbicara soal tatanan sosial, pihaknya menyebut ideologi patriarki masih mengental di masyarakat.
“Suatu konstruksi sosial yang menganggap perempuan lemah dan mudah disakiti laki-laki, terlebih perempuan kerap ditempatkan di subordinat artinya hanya bisa patuh. Padahal perempuan berhak mendapatkan kesempatan untuk membela diri,’’ katanya seperti dikutip PASJABAR dari laman unair, Selasa (11/1/2022).
Sutinah mencontohkan ketika laki-laki gajinya oke, cakupan pergaulannya luas, ia merasa mampu, dan tak segan mencoba selingkuh. Disitu peran perempuan harus bisa membaca tanda-tanda.
“Melek diselingkuhin, yang biasanya pulang kantor jam segini, yang biasanya cara berpenampilannya begini tiba-tiba trendy, dan keperbedaan lainnya yang menonjol dari keseharian,’’terangnya.
“Itu perempuan harus berani dalam menghadapi situasi ini, berani mengungkap bahwa perselingkuhan itu termasuk tindakan menyimpang,’’ imbuhnya.
Potensi selingkuh lagi
Lebih lanjut, ia juga mengungkap bahwa seseorang yang pernah selingkuh berpotensi selingkuh lagi.
“Sama dengan orang yang melanggar aturan lalu lintas, dalam sosiologi sebuah perilaku menyimpang itu menguntungkan. Bisa menguntungkan dari sisi waktu. Nah, perselingkuhan bisa menikmati sesuatu, tidak harus melulu soal seksual lo ya,’’ tandasnya.
Sutinah juga mengungkap, alasan perempuan yang kerap mempertahankan rumah tangga pasca diselingkuhi berkali-kali. Menurutnya, sebagian besar karena faktor ekonomi yang masih bergantung pada laki-laki.
“Saya kira keluarga itu perlu membangun bahagia setara, pekerjaan domestik tidak harus semua dikerjakan perempuan, hanya di rumah saja, performanya jadi tidak karuan, kemudian laki-laki jadi pergi, mencari tempat idaman yang lain,’’ ucapnya.
Ia menekankan kembali bahwa perempuan itu harus berdaya dan berhak hadir di ruang publik, serta melek literasi agar tidak mudah dibodohi. (ytn)