BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Dosen Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Dr. R. M. Mulyadi, M.Hum., menilai industri musik Indonesia bisa meniru kesuksesan industri pop Korea Selatan (Korsel). Ketika industri manufaktur mulai dihantam, Korea Selatan melihat industri kreatif berpotensi dikembangkan lebih luas.
“Korea melihat ada keuntungan ekonomi, bahwasanya industri musik itu adalah industri besar,” katanya seperti dikutip PASJABAR dari laman unpad, Sabtu (12/3/2022).
Sampai saat ini, industri musik dan film Korsel terus meluas. Lucky melihat, invasi industri kreatif Korsel tidak hanya soal ekonomi belaka. Ada diplomasi budaya yang dibawa, sehingga mampu meningkatkan hubungan bilateral dengan negara lainnya.
“Indonesia harusnya sudah bukan lagi wacana,” imbuhnya.
Ia mengisahkan di era 1960 hingga akhir 1970-an musik Indonesia telah membawa pengaruh bagi kebiasaan mendengarkan lagu pada masyarakat Malaysia. Pada masa itu, sekira 60 persen lagu-lagu yang diputar di Malaysia merupakan lagu Indonesia.
“Hal ini menjadikan habit bagi orang Malaysia dalam mendengarkan musik, mereka akhirnya terbiasa mendengarkan musik Indonesia,” sambungnya.
Ia menuturkan, selain produksi rekaman yang masif, kebijakan pemerintah saat itu dinilai menguntungkan industri musik Indonesia. Kebijakan politik Presiden Soekarno yang melarang lagu-lagu Barat akhirnya mendorong lagu-lagu lokal berkembangkan. Hal ini menjadi nilai tambah bagi industri musik Indonesia di era 60-an.
Pengamat sejarah musik yang pernah meneliti industri pop Malaysia tersebut memaparkan, berbeda dengan Indonesia, Malaysia tidak memiliki kebijakan seperti itu. Apalagi, sudah banyak perusahaan rekaman asing yang beroperasi pada era tersebut. Praktis, kekuatan musik lokalnya tidak sekuat Indonesia.
Faktor lainnya, Indonesia pernah meminjamkan koleksi piringan hitam miliki Radio Republik Indonesia (RRI) ke Malaysia. Hal ini yang membuat lagu-lagu Indonesia banyak diputar di negeri Jiran.
Di era Orde Baru, kendati kebijakan politiknya tidak seketat Soekarno, industri musik berhasil menjadi salah satu penyumbang pajak terbesar di Indonesia. Akhir 1970-an, banyak musisi yang “menyadari” untuk berkiprah sepenuhnya di industri musik.
Sejarawan musik ini memaparkan, sebelum akhir 1970-an, musisi belum dianggap sebagai profesi, tetapi hanya sebatas hobi. Banyak grup musik yang bubar karena personelnya memutuskan untuk melanjutkan studi atau membuka usaha.
“Contohnya ada biduanita sewaktu diwawancara wartawan masih ditanya cita-citanya apa. Padahal dia sudah jadi penyanyi dan membuat beberapa album,” pungkasnya. (*/ytn)
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Aksi korporasi bank bjb kembali mencatatkan pencapaian gemilang. Obligasi Keberlanjutan atau Sustainability…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Persib Bandung kontra Borneo FC dalam lanjutan Liga 1 2024/2025 berangsung sengit. Tampil…
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPR RI Cucun Syamsurijal melaporkan MA anggota DPRD Kabupaten Bandung…
KABUPATEN BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPP PKB, Cucun Syamsurijal mengatakan jika pesta demokrasi (Pilkada)…
WWW.PASJABAR.COM -- Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, memberikan pernyataan terkait peluang kiper Como 1907, Emil…
WWW.PASJABAR.COM -- Insting Shin Tae-yong sebagai pelatih terbukti dengan memasang Marselino Ferdinan sebagai starter saat…