BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Komisi A DPRD Kota Bandung panggil Satpol PP Kota Bandung pada rapat evaluasi kinerja triwulan 2. Hasilnya, masih banyak reklame bertemakan rokok berdiri di Kota Bandung.
“Reklame dengan materi iklan rokok masih nampak di kawasan tanpa rokok (KTR) di Kota Bandung,” ujar Anggota Komisi A DPRD Kota Bandung Agus Andi kepada wartawan Senin (15/8/2022).
Agus mengatakan, beberapa titik KTR yang terjadi pelanggaran di antaranya di lingkungan sekolah, tempat ibadah dan perkantoran.
Menurut Agus, ini lantaran masih kentalnya ego sektoral di masing-masing OPD.
“Sebenarnya ini merupakan kewenangan DPMPTSP (Dinas Penamaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu, red). Jadi setelah rapat evaluasi dengan Satpol PP ini, kita akan memanggil pihak DPMPTSP,” terang Agus.
Menurut Agus memang sebenarnya leading sektor untuk penindakan merupakan tugas Satpol PP, namun memang harus kita akui mereka kekurangan personel,” sesal Agus.
Selain itu, lanjut Agus jika harus melakukan penertiban, Satpol PP mengaku kekurangan anggran. Karena mereka tidak memiliki peralatan sendiri sehingga harus menyewa.
Dihubungi terpisah, Kabid Penegakan Produk Hukum Daerah Satpol PP Kota Bandung, Idris Kuswandi mengatakan, pihaknya memang kekurangan anggaran dalam penindakan reklame yang bermasa.
“Dalam sekali penindakan anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp7 juta,” terangnya.
Sementara, anggaran yang dimilikinya pada APBD murni 2022, sebesar Rp70 juta
Sehingga Idris mengatakan menganggarkan anggaran sebesar Rp1,2 miliar di anggaran perubahan.
“Anggaran ini dibutuhkan untuk penertiban reklame dan lain-lain,” tuturnya.
Idris mengakui, pelanggaran reklamenya ini memang yang paling banyak dilakukan selama tahun 2022 ini. Diikuti dengan penertiban PKL dan penertiban pelanggaran PPKM.
“Untuk pelanggaran PPKM paling banyak dilakukan karena pelanggaran jam operasional, pelanggaran protokol kesehatan, dan pelanggaran kapasitas gedung,” jelasnya.
Idris mengatakan walaupun sekarang kasus Covid-19 sudah melandai. Namun prokes harus tetap dilaksanakan.
“Jadi pelanggaran banyak dilakukan oleh EO, pemilik restoran dan pemilik gedung,” pungkasnya. (put)