JAKARTA, WWW.PASJABAR.COM – SE Mendagri Nomor 821/5492/SJ tentang memberikan izin kepada penjabat (Pj), pelaksana tugas (Plt), maupun penjabat sementara (Pjs) kepala daerah dapat memutasi maupun memberhentikan Pegawai Negeri Sipil (PNS) begitu saja telah dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Namun banyak anggapan yang berkembang dari masyarakat soal SE Mendagri Nomor 821/5492/SJ tentang memberikan izin kepada penjabat tersebut. Maka dari itu, pihak Kemendagri meluruskan terkait hal itu.
“Penerbitan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 821/5492/SJ tertanggal 14 September 2022 bertujuan agar pengelolaan pembinaan kepegawaian di daerah berjalan lebih efektif dan efisien,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benni Irwan dalam keterangannya di Jakarta, Senin (19/9/2022).
Dilansir dari ANTARA, Benni Irwan mengatakan SE tersebut berisi dua poin pokok dalam mendukung pembinaan kepegawaian di daerah agar lebih efektif dan efisien.
Pertama
Mendagri memberikan izin kepada Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah untuk menjatuhkan sanksi atau hukuman disiplin bagi PNS yang tersangkut korupsi dan pelanggaran disiplin berat.
Hal itu sejalan dengan ketentuan Pasal 18 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 bahwa kepala daerah harus menetapkan penjatuhan hukuman disiplin tingkat berat bagi aparatur sipil negara (ASN) yang tersangkut korupsi.
Namun, hal itu tidak bisa langsung dilakukan, karena harus izin Mendagri terlebih dahulu. Sedangkan, amanat PP Nomor 94 Tahun 2021 pegawai yang bersangkutan harus segera diberhentikan sementara.
“Sehingga, dengan izin yang tersebut dalam SE, ASN yang melakukan pelanggaran dapat segera diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ucap dia.
Kedua
Mendagri memberikan izin kepada Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah yang akan melepas dan menerima ASN yang mengusulkan pindah status kepegawaian antar-daerah (mutasi antar-daerah). Maupun antar-instansi (mutasi antar-instansi).
Dengan demikian, Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah tidak perlu lagi mengajukan permohonan persetujuan tertulis sebagaimana yang diatur sebelumnya. Upaya itu dilakukan agar proses pindah status kepegawaian tersebut berjalan lebih efektif dan efisien.
Sebagai contoh, ketika seorang Pj bupati akan melepas ASN-nya pindah ke kabupaten lain. Kedua kepala daerah, baik yang melepas maupun menerima, harus mendapatkan izin Mendagri lebih dulu. Sebelum menandatangani surat melepas dan menerima pegawai tersebut.
Padahal pada tahap selanjutnya, mutasi antar-daerah tersebut akan tetap diproses oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
“Pada dasarnya SE itu hanya memberikan persetujuan amat terbatas. Hanya 2 urusan di atas kepada Pj Kepala Daerah untuk kecepatan dan kelancaran birokrasi pembinaan kepegawaian, dan sangat jauh berbeda dengan kewenangan kepala daerah definitif,” tutur Benni.
Namun, lanjut Benni untuk mutasi pejabat internal daerah, seperti pengisian jabatan tinggi pratama dan administrator, Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah tetap harus mendapatkan izin tertulis dari Mendagri.
“Kalau tidak dapat izin dari Mendagri, maka kebijakan tersebut tidak dapat dilakukan oleh daerah,” ujarnya.
Selanjutnya, Benni mengatakan setelah proses pembinaan kepegawaian tersebut dilaksanakan, maka Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah tetap harus melaporkan kepada Mendagri paling lambat tujuh hari kerja terhitung sejak kebijakan tersebut diambil. (ran)