HEADLINE

Kasus Sambo Dikaji FH Unpas dalam Extra Judicial Killing Untuk Penyidikan Lanjutan

ADVERTISEMENT

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COMFakultas Hukum (FH) Universitas Pasundan (Unpas) genggelar diskusi panel bertajuk “Extra Judicial Killing : Perlukah Penyidikan Lanjutan?” di Aula Sudiadireja Kampus Unpas Lengkong kota Bandung, Jumat (23/9/2022).

Kegiatan ini dinarasumberi oleh Usman Hamid (Direktur Amnesty Internasional) Solaeman Pontoh (Mantan KABAIS),  Barita Simanjuntak (Ketua KOMJAK) dan Hj. Rd. Dewi Asri Yustia (Wakil Dekan I FH Unpas).

Turut memberikan sambutan dan juga membuka diskusi Wakil Rektor I Unpas, Prof. Dr. H. Jaja Suteja, SE., M.Si dan Dekan FH Unpas  DR. Anthon F. Susanto, S.H., M.Hum. Selain itu hadir dalam diskusi Kepala Kejati Jabar, Prof. (H.C.) Dr. Asep N Mulyana, S.H., M.Hum dan juga yang mewakili dari Polda Jabar.

Wakil Dekan I FH Unpas, Hj. Rd. Dewi Asri Yustia mengatakan bahwa sebagai lembaga akademik khususnya di bidang hukum, Fakultas Hukum Universitas Pasundan merasa memiliki kewajiban untuk menggelar diskusi terkait isu terkini agar masyarakat dapat membuka cakrawala yang lebih luas.

“Kami mengangkat kasus yang sedang panas di masyarakat terkait dengan kinerja kualitas aparat hukum, nah saat ini ada di tubuh POLRI yang kaitannya dengan extra judicial killing,” ujarnya.

Dewi menambahkan bahwa diskusi ini dilakukan untuk menyamakan persepsi terkait bentuk kejahatan tersebut.

Di samping itu, hasil diskusinya juga akan diberikan kepada POLRI dan Kejaksaan agar dapat menjadi rekomendasi dalam proses penegakan hukum yang tengah berjalan.

“Saya berharap semoga ke depan kami dapat menggelar diskusi-diskusi seperti ini, yang semakin banyak melibatkan masyarakat untuk sama-sama mengkaji fenomena yang tengah terjadi dan perlu digali bersama agar lebih jelas dan menemukan solusinya,” ungkapnya.

Adapun salah satu narasumber sekaligus Ketua Komisi Kejaksaan RI, Dr. Barita Simanjuntak, SH., MH., CfrA. mengungkapkan bahwa berdasarkan berdasarkan penelitian LBH Jakarta dan MaPPI FH Ul pada kurun waktu 2012 sampai dengan 2014 ditemukan terdapat sejumlah 255.618 berkas perkara yang tidak diikuti dengan SPDP dan 44.273 berkas perkara yang hilang di penyidikan.

Penelitian MAPPI FH Ul menunjukkan Kesenjangan antara jumlah kasus yang diterima kepolisian, jumlah kasus disidik, jumlah kasus yang dihentikan dan jumlah kasus yang dianggap selesai oleh kepolisian yang diterima oleh Jaksa dan kasus yang sudah dianggap lengkap.

“Berdasarkan pengaturan penyidikan lanjutan dalam hukum positif yaitu dalam konteks penegakan UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H), terdapat substansi hukum yang memberikan kewenangan kepada kejaksaan untuk melakukan Penyidikan,” tuturnya.

Adapun untuk Pasal 39 huruf b yang menyatakan bahwa dalam hal hasil Penyidikan belum lengkap, Penuntut Umum wajib melakukan Penyidikan paling lama 20 hari dapat diperpanjang paling lama 30 hari.

“Penyidikan ini biasa diistilahkan sebagai penyidikan lanjutan.  Kewenangan Penyidikan oleh Penuntut Umum ini merupakan terobosan hukum untuk meminimalisir bolak-baliknya berkas perkara dalam penanganan tindak pidana perusakan hutan,” ungkapnya.

Adapun terkait rekonsepsi hubungan penyidik dan penuntut, ia melanjutkan bahwa penyidik dan penuntut umum adalah satu kesatuan nafas dalam proses penuntut yang tidak dapat dipisahkan.

Ia memaparkan bahwa penyidikan dan penuntutan bukanlah sebuah suatu proses check and balance karena segala hasil dari penyidik, baik dan buruknya, salah benarnya penyidik dalam melakukan proses penyidikan dan segala jenis penyidikan seluruhnya akan menjadi tanggung jawab penuh jaksa penuntut umum ketika perkara tersebut dibawa ke persidangan untuk dipertahankan.

“Check and balance sejatinya berada di pengadilan yang merupakan ujung dari penyelesaian perkara pidana dalam menguji kebenaran atas fakta-fakta hukum yang diajukan. Hasil pekerjaan dan penuntut umum adalah satu kesatuan bagi premis tesis yang akan di check and balance kan dari bantahan penasihat hukum sebagai antitesis, kemudian hakimlah yang akan memeriksa dan mengadilinya sebagai sintesis,” tandasnya.

Barita menegaskan bahwa dalam penyelesaian kasus perlu adanya peranan institusi yaitu penegak hukum dalam ini adalah kejaksaan karena memang telah memiliki payung hukum.

“Inilah yang memungkinkan tegaknya hukum dari sebuah kasus, untuk memperkuat peranan, sehingga ada fungsi evaluasi dan mampu membuat hukum dan keadilan bisa berdiri dengan tegak,” tandasnya. (tiwi)

Yatti Chahyati

Recent Posts

Sustainability Bond bank bjb Oversubscribed Hingga 4,66 Kali

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Aksi korporasi bank bjb kembali mencatatkan pencapaian gemilang. Obligasi Keberlanjutan atau Sustainability…

16 jam ago

Sengit! Persib Kandaskan Borneo FC Lewat Gol Ciro Alves

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Persib Bandung kontra Borneo FC dalam lanjutan Liga 1 2024/2025 berangsung sengit. Tampil…

17 jam ago

Cucun Syamsurijal Laporkan Anggota DPRD Kab. Bandung

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPR RI Cucun Syamsurijal melaporkan MA anggota DPRD Kabupaten Bandung…

17 jam ago

Cucun Syamsurijal: Pilkada Ibarat Sepak Bola

KABUPATEN BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Wakil Ketua DPP PKB, Cucun Syamsurijal mengatakan jika pesta demokrasi (Pilkada)…

18 jam ago

Peluang Emil Audero di Timnas Indonesia Kata Erick Thohir

WWW.PASJABAR.COM -- Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, memberikan pernyataan terkait peluang kiper Como 1907, Emil…

19 jam ago

Insting Shin Tae-yong Terbukti di Laga Kontra Arab

WWW.PASJABAR.COM -- Insting Shin Tae-yong sebagai pelatih terbukti dengan memasang Marselino Ferdinan sebagai starter saat…

20 jam ago