Bandung, WWW.PASJABAR.COM – Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran Prof. Dr.rer.nat. Ayi Bahtiar, M.Si., mengungkapkan, energi surya dapat menjadi alternatif solusi dalam mendukung era kendaraan listrik di Indonesia.
Energi ini dapat digunakan untuk penyediaan listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
Demikian disampaikan Prof. Ayi saat menjadi pembicara pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Siapkah Kita Menghadapi Era Kendaraan Listrik” yang digelar Dewan Profesor Unpad secara daring, Sabtu (24/9/2022).
Prof. Ayi mengatakan, salah satu tantangan dalam konversi ke kendaraan listrik adalah ketersediaan SPKLU.
Selayaknya Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), SPKLU juga perlu diperbanyak dengan sistem pengisian daya yang cepat.
“Terbayang kalau SPBU isi bensin itu 2-3 menit, kalau ini harus berjam-jam. Artinya bahwa nanti akan numpuk di tempat pengisian baterai,” kata Prof. Ayi.
Di sisi lain, memperbanyak SPKLU berdampak pada peningkatan kebutuhan daya listrik yang besar.
Saat ini penyediaan listrik sebagian besar masih bergantung pada energi fosil/tidak terbarukan, seperti batu bara dan minyak bumi.
Jika konsumsi menjadi meningkat, energi fosil menjadi terbatas, maka dikhawatirkan berdampak pada kenaikan tarif listrik.
Karena itu, energi surya menjadi alternatif energi terbarukan untuk mendukung penyediaan lokasi pengisian baterai kendaraan listrik.
Energi matahari dikonversi menjadi energi listrik secara langsung melalui panel surya sehingga dapat menyediakan listrik yang lebih ramah lingkungan.
Energi Surya Jauh Lebih Besar Dibandingkan Dengan Energi Lain
Prof. Ayi memaparkan, energi surya menyediakan sekitar 23.000 tera watt, jauh lebih besar dibandingkan dengan energi lainnya.
Konversi energi surya menjadi listrik dapat dilakukan dengan menggunakan panel surya ataupun solar termal.
Saat ini, panel surya yang digunakan di pasaran terdiri dari dua jenis, yaitu: silikon polikristal dan silikon monokristal.
Silikon polikristal memiliki harga cukup murah, tetapi menghasilkan efisiensi konversi yang rendah, sekitar 11 – 15 persen.
Hal ini akan membuat pengisian baterai menjadi lama.
Sementara silikon polikristal memiliki efisiensi konversi lebih tinggi, di atas 25 persen.
Akan tetapi, material ini memiliki harga lebih mahal dibandingkan silikon monokristal.
“Oleh karena itu, riset sekarang banyak difokuskan untuk meningkatkan efisiensi konversi tapi harganya lebih murah,” ujarnya.
Di luar tantangan tersebut, penyediaan stasiun pengisian baterai kendaraan listrik berbasis panel surya mampu membuka peluang bisnis.
Stasiun pengisian dapat diintegrasikan dengan aktivitas bisnis.
“Nanti bisa ada kafe/lokasi wisata yang menyediakan stasiun pengisian baterai,” tutupnya. (*/Nis)