Bandung, WWW.PASJABAR.COM – Dari penciptaan alam semesta dari “tidak ada” menjadi “ada” ini tidak ada campur tangan manusia. Jelas pula tidak ada sesuatu pun yang terjadi dengan sendirinya.
Setiap orang memiliki tempat tinggal yang memiliki fasilitas dan peralatan yang membuatnya merasa nyaman (comfort live).
Fitrah manusia senantiasa cenderung menginginkan sesuatu yang baik, elok, dan indah.
Itulah sebabnya, manusia berusaha untuk memelihara dan mengatur keberadaan tempat tinggalnya semaksimal mungkin agar tetap indah, rapih, elok, enak dan segar dipandang mata.
Keberadaan alam semesta dan segala fenomena yang terjadi di dalamnya bisa menjadi bukti eksistensi Dzat yang Mahakuasa.
Siapakah yang berperan di balik fenomena yang sangat unik seperti ini? Lalu, manusia berusaha keras untuk menirunya.
Ia mempelajari ilmu kimia, biologi, dan berbagai jenis ilmu lainnya. Namun, ia tidak bisa menyamainya.
Manusia lupa bahwa ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya hanya bisa berbuat terhadap segala sesuatu yang telah tersedia (secara materi).
Renungkanlah lebih dalam tentang gerak alam, matahari, serta bulan dan bintang yang semuanya beraturan dengan sangat baik.
Allah Yang Menghendaki Segala Sesuatu di Alam Semesta
Pergerakan itu tidak pernah menimbulkan benturan, kecuali kelak Allah menghendaki Ketika terjadinya kiamat.
Menurut teori gerak, tidaklah mungkin semua benda di alam ini bergerak sendiri. Ia pasti ada yang menggerakkan
Penggerak segala sesuatu itu adalah Allah Yang Maha Penggerak (Penggerak Awal yang tidak pernah bergerak).
Manusia berasal dari ketiadaan, dan menjadi ada. Begitu pula bumi, langit, dan seluruh yang ada di alam semesta sekarang ini berasal dari tidak ada dan menjadi ada.
Dalam sejarah kehidupan manusia selalu muncul orang-orang yang menolak wujud Tuhan. Misalnya, kelompok atheis.
Kelompok ini dinaturalisasikan sebagai kelompok yang tidak megakui eksistensi Tuhan.
Mereka banyak mengajukan argument (dalil) untuk memperkuat pengakuannya mulai dari microsmos sampai pada macrosmos.
Sebenarnya, penolakan terhadap eksistensi Allah sudah lama dikemukakan, tepatnya sejak Nabi Adam a.s. hingga Nabi Muhammad Saw.
Bentuk penolakan itu berbeda-beda sesuai dengan beredarnya waktu perjalanan kehidupan manusia.
Mereka (orang-orang kafir) berkata: “Kehidupan ini tidaklah hanyalah kehidupan di dunia saja. Kita mati dan hidup. Tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” Dan, mereka sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu. Mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja. (QS al-Jatsiyah, 42:24).