BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil memaparkan tujuh arah ekonomi baru Jawa Barat dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023. Pasalnya pada 2023, Indonesia akan dibayangi ancaman resesi.
Sejumlah ekonom menyatakan optimisme bahwa Indonesia dapat melewati jurang resesi dengan baik.
Dalam seminar bertajuk INDEF: Outlook Ekonomi Indonesia 2023 di Universitas Padjajaran, Ridwan Kamil menyebut salah satu sektor potensial di Jabar adalah ekspor dan neraca perdagangan Jabar positif dari bulan ke bulan. Terlihat dari nilai ekspor Jabar yang mencapai USD 3,35 miliar di September 2022 atau naik 11,98 persen.
“Kami (Pemprov Jabar) siapkan tujuh arah ekonomi baru. Yakni Jabar harus pusat investasi terbaik se-ASEAN. Kami diminta proaktif mendorong negara mitra agar mau berinvestasi di Indonesia, khususnya Jabar. Kedua, membangun ketahanan pangan. Ketiga peningkatan kualitas layanan kesehatan berupa penguatan Posyandu sebagai layanan kesehatan primer tak hanya untuk bayi, tapi dewasa,” katanya, Kamis (17/11/2022).
Arah keempat, lanjutnya, peningkatan aspek manufaktur berbasis revolusi industri 4.0. Sementara tiga arah terakhir ialah ekonomi digital, ekonomi hijau, dan penguatan pariwisata lokal.
“Kami saat ini berfokus pada penanganan berbagai masalah yang terjadi di Jabar, maka kami mendorong akademisi berperan aktif untuk berkontribusi memberikan solusi dalam menyelesaikan berbagai masalah di Jabar hadapi resesi 2023,” ujarnya.
Bidang Industri jadi Penyumbang Pajak Terbesar
Dalam seminar ini hadir pula pakar ekonomi Indonesia, Faisal Basri. Menurutnya, permasalahan di bidang industri yang merupakan sebagai ujung tombak pembangunan seperti tulang punggung. Ketika tulang punggungnya bengkok, maka jalannya pun tak akan bisa cepat.
“Nah, industri 10 tahun lebih ini pertumbuhannya melandai alias menurun. Dan, hampir selalu bertumbuhnya di bawah PDB (produl domestik bruto). Jadi, akibatnya sumbangan industri dalam PDB menurun terus secara cepat,” ujarnya.
Padahal, lanjut Faisal, industri ini menjadi penyumbang pajak terbesar. Sehingga pengaruhnya ketika industri sakit maka pajaknya pun menjadi sakit, sampa akhirnya angka pengangguran terkena.
“Kami teliti bebagai hal yang mencerminkan Jabar itu karena industri banyaknya di Jabar, tapi tak berarti apa yang saya sampaikan itu sam persis di Jabar. Sebab, industri ini sebenarnya tergantung pada beberapa hal, namun paling kuat ialah industri mamin dan kimia. Dua hal ini total non migas, padahal ada 15 jenis industri dan struktur industri tak semakin matang juga tak tersebar,” ucapnya. (uby)