*)CAHAYA PASUNDAN
Oleh: Prof. Dr. H. Ali Anwar, M.Si (Ketua Bidang Agama Paguyuban Pasundan)
Dilihat dari fungsi dan perannya, akhlak, etika dan moral dapat dikatakan sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan seseorang apakah baik atau buruk. Ketiga istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, tenteram, dan sejahtera lahir dan batin.
Perbedaan antara etika, moral, dan akhlak terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Dalam etika, penilaian baik dan buruk didasarkan pada akal pikiran, dan moral didasarkan pada kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat. Sementara akhlak dinilai baik dan buruknya berdasarkan ketentuan Al-Ouran dan Sunnah.
Perbedaan lain antara etika, moral, dan akhlak terlihat pada sifat dan wilayah pembahasannya. Etika cenderung bersifat teoretis, sementara moral cenderung bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral bersifat lokal dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik dan buruk, sedangkan moral menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.
Namun demikian, etika, moral dan akhlak tetap saling berhubungan dan saling membutuhkan. Uraian tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa etika dan moral berasal dari produk akal dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai hal yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup manusia.
Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang berdasarkan petunjuk Al-Ouran dan hadis. Wahyu bersifat mutlak absolut dan tak dapat diubah. Dengan demikian, akhlak juga bersifat mutlak, absolut dan tak dapat diubah. Sebaliknya, etika dan moral) bersifat temporer atau terbatas, dan dapat diubah.
Dalam pelaksanaannya, norma-norma akhlak yang terdapat dalam Al-Ouran dan hadis bersifat “belum siap pakai”. Jika Al. Ouran, misalnya, menyuruh kita berbuat baik kepada orangtua dan menghormati sesama manusia, maka perintah tersebut belum disertai dengan cara-cara, sarana, dan sebagainya.
Tatacara menghormati orangtua tidak ditentukan dalam Al-Ouran. Cara-cara berakhlak yang dikemukakan dalam Al-Ouran atau hadis memerlukan penalaran atau ijtihad para ulama dari waktu ke waktu. Dengan demikian, ketentuan baik dan buruk yang terdapat dalam etika dan moral yang merupakan produk akal pikiran dan budaya masyarakat dapat digunakan sebagai alat untuk menjabarkan ketentuan akhlak, baik yang terdapat dalam Al-Ouran maupun hadis. Tanpa ada peran manusia dalam bentuk etika dan moral, ketentuan akhlak yang terdapat dalam Al-Ouran dan hadis akan sulit dilaksanakan.
Dengan demikian, keberadaan etika dan moral sangat dibutuhkan dalam rangka menjabarkan dan mengoperasionalisasikan ketentuan akhlak yang terdapat dalam Al-Ouran. Di sinilah letak peranan etika dan moral terhadap akhlak. Di sisi lain, akhlak juga berperan untuk memberikan batasan-batasan umum dan universal agar ketentuan yang terdapat dalam etika dan moral tidak bertentangan dengan nilai-nilai luhur dan tidak membawa manusia ke jalan yang sesat.
Namun demikian, bisa saja terjadi bahwa antara akhlak dengan etika dan moral menunjukkan keadaan yang tidak sejalan. Hal ini sering dijumpai pada masyarakat yang memiliki pola pikir liberal, ateis dan sekuler, seperti yang terjadi di dunia Barat. (*)