JAKARTA, WWW.PASJABAR.COM – Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) telah ditetapkan tersangka kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). Ia ditetapkan tersangka bersama dua anak buahnya. Yakni Sekjen Kementan Kasdi Subagyono (KS) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta (MH).
Dilansir dari ANTARA Syahrul Yasin Limpo bersama kedua anak buahnya ini memungut uang dari Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementan.
“Menetapkan tersangka, satu SYL menteri pertanian RI periode 2019-2024. Dua KS Sekjen Kementan. Tiga MH Direktur Alat dan Mesin Pertanian Dirjen Prasarana dan Sarana Kementan,” kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, Rabu (11/10/2023) malam.
Johanis menerangkan hal ini bermula dari SYL melantik Kasdi Subagyono sebagai Sekjen Kementan dan Muhammad Hatta sebagai Direktur Alat dan Mesin Kementan.
“SYL kemudian membuat kebijakan personal kaitan ada pungutan dan setoran dari ASN internal Kementan. Pungutan itu untuk memenuhi kebutuhan pribadi termasuk keluarga,” ujarnya.
Atas perintah SYL, Kasdi dan Muhammad Hatta menugaskan bawahannya untuk memungut uang dari dilingkup pejabat eselon 1 dan eselon 2 di Kementan.
“SYL menugaskan KS dan MH melakukan penarikan dari unit eselon 1 dan 2 dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank, pemberian barang dan jasa. Dari realisasi Kementan yang sudah di-mark up dari vendor di Kementan,” jelasnya.
Uang Pungutan Rutin Dikumpulkan Tiap Bulan
Johanis kemudian menjelaskan bahwa besar uang yang dikumpulkan rutin setiap bulan menggunakan pecahan mata uang asing berkisar 4.000 dolar AS (sekitar Rp62 juta) sampai dengan 10.000 dolar AS (sekitar Rp156 juta).
Penggunaan uang oleh SYL juga diketahui oleh Kasdi dan Hatta. Antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL.
“Sejauh ini uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sekitar Rp13,9 miliar. Penulusuran lebih mendalam masih terus dilakukan oleh Tim Penyidik,” tambah Johanis.
Atas tindakan tersebut, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (ran)