KOREA SELATAN, WWW.PASJABAR.COM — Lee Jae-Myung, tokoh oposisi Korsel yang mengalami kekalahan tipis pada Pilpres 2022 lalu, ditikam di bagian leher saat menghadiri sebuah konferensi pers di Busan bagian selatan pada Selasa (02/01) pagi.
Insiden ini terjadi beberapa bulan sebelum Pemilu 2024 di Korsel.
Pelaku langsung ditangkap di tempat kejadian.
Lee menderita luka tikam sepanjang 1 cm dan mendapat pertolongan medis di rumah sakit dalam keadaan sadar, menurut laporan yang diterima BBC. Pihak kepolisian menyebut luka yang dialami Lee tidak mengancam nyawanya.
Pelaku adalah seorang pria berusia antara 60-an atau 70-an tahun. Dia dikabarkan mendekati Lee untuk minta tanda tangan sebelum tiba-tiba menyerangnya.
Panjang senjata yang dipegang pelaku adalah sekitar 20 cm atau 30 cm, seperti dilansir Yonhap.
Mengutip para polisi, kantor berita Korea Selatan itu menambahkan bahwa sejauh ini pelaku masih bungkam saat ditanya mengenai identitas dan motif penikaman terhadap Lee.
Video-video penikaman Lee Jae-Myung yang tersebar di media sosial memperlihatkan politisi itu jatuh di antara kerumunan, sementara sebagian orang lain berusaha membekap si pelaku. Banyak foto pasca-kejadian memperlihatkan Lee tergeletak di tanah dengan mata tertutup dan seseorang menekan lehernya dengan sapu tangan untuk menahan pendarahan.
Kantor berita Yonhap memberitakan Lee diterbangkan ke rumah sakit dengan helikopter.
Kwon Chil-seung, selaku juru bicara Partai Demokrat Korea Selatan pimpinan Lee, mengatakan tim dokter menduga Lee menderita luka di bagian vena jugularis yang membawa darah dari bagian kepala ke jantung.
Kwon Chil-seung menambahkan Lee Jae-Myun harus menjalani operasi karena dikhawatirkan akan terjadi pendarahan lebih lanjut.
“Setelah dipindahkan ke RS Universitas Nasional Seoul, kami berencana untuk melakukan operasi secepatnya. Kami sangat mengutuk penyerangan ini dan bagi kami ini adalah penghancuran demokrasi yang amat nyata,” ujar Kwon.
Lee, yang kini 59 tahun, menduduki kursi di badan legislatif Korea Selatan. Banyak yang memperkirakan Lee akan maju pada pemilihan umum selanjutnya pada bulan April.
Kekalahan Lee pada pilpres 2022 sangatlah tipis – hanya berbeda 0,73% jika dibandingkan dengan Presiden Yoon Suk Yeol. Ini adalah pilpres paling alot sepanjang sejarah Korsel. Lee pun sangat diyakini akan kembali maju pada pilpres 2027.
Semenjak kekalahannya, Lee telah didakwa dalam kasus korupsi dan pelanggaran kepercayaan (breach of trust). Jaksa penuntut menuduhnya atas pemberian izin kepada pengembang-pengembang swasta untuk meraup keuntungan secara ilegal dari proyek properti saat masih menjabat sebagai Walikota Seongnam – kota berpenduduk 1 juta orang di Seoul bagian selatan.
Lee menyangkal segala tuntutan terhadap dirinya dan menganggapnya sarat motif politik.
Pada September, pengadilan menolak permintaan jaksa penuntut agar Lee ditahan sembari menunggu persidangan. Jaksa penuntut masih menyelidiki Lee atas kasus-kasus korupsi yang menyangkut dirinya selagi masih menjabat.
Putusan pengadilan ini keluar tiga minggu setelah Lee mogok makan sebagai bentuk protes atas kebijakan domestik dan luar negeri dari Presiden Yoon. Lee sampai dilarikan ke rumah sakit akibat aksi mogok makan ini.
Bukan pertama kali
Lee Jae-Myung bukanlah politisi Korsel yang pertama yang diserang secara fisik dengan senjata.
Kantor berita Reuters mencatat sejarah kekerasan politik dalam beberapa tahun terakhir.
Pada Maret 2022, Song Young-gil, pendahulu Lee Jae-Myung sebagai pemimpin Partai Demokrat Korsel, diserang saat berkampanye untuk Lee. Pelaku adalah seorang pria lansia yang mengenakan jubah tradisional yang mendekati Song dari belakang dan memukulnya dengan palu.
Song adalah manajer tim sukses Lee kala itu. Dia harus menjalani operasi dan selamat setelah menderita cedera di bagian kepala. Song pun kembali berkampanye sehari setelah dinyatakan sembuh.
Media setempat mendeskripsikan penyerang Song sebagai seorang aktivis liberal yang memiliki kanal Youtube. Dia dikabarkan meneriakkan slogan-slogan mengkritisi latihan militer bersama antara AS dan Korsel saat menyerang Song.
Song, yang sudah lama menjadi anggota parlemen, ditangkap pada Desember tahun yang sama dalam skandal bagi-bagi uang untuk pemilu saat itu.
Pada 2015, Duta Besar AS untuk Korsel Mark Lippert butuh 80 jahitan setelah wajahnya disayat dengan pisau buah saat menghadiri sebuah forum diskusi penyatuan Korea di Seoul.
Lippert butuh lima hari perawatan di rumah sakit dan juga operasi untuk menyembuhkan luka yang menganga selebar 11 cm di bagian kanan wajahnya. Dia juga menderita luka tusuk di pergelangan tangan kirinya yang mengakibatkan kerusakan saraf.
Serangan ini dilakukan seorang nasionalis Korea yang menyerukan protes atas latihan militer tahunan bersama antara AS dan Korsel.
Kantor berita milik negara Korea Utara menyebut serangan terhadap Lippert sebagai “hukuman yang pantas” atas latihan-latihan militer. Mereka menjuluki penikaman itu: “pisau keadilan.”
Tahun 2006, pimpinan partai konservatif Park Geun-hye, yang kemudian menjadi presiden pada 2013, diserang saat menghadiri kampanye politik.
Park menderita luka sayatan sebesar 11 cm yang membutuhkan 60 jahitan yang membuatnya tidak mampu berbicara secara normal selama berminggu-minggu.
Media setempat kala itu melaporkan bahwa pelaku dalam pernyataannya kepada pihak polisi merasa frustasi karena harus menjalani hukuman penjara atas kejahatan yang tidak dilakukannya.
Park Geun-hye adalah putri dari Presiden Park Chung Hee yang tewas dibunuh pada 1979. Dia kemudian dimakzulkan dan dilengserkan pada 2017.
Penikaman atas Lee Jae-Myung adalah yang terbaru dari sejarah kekerasan politik di Korea Selatan.
Gubernur Chungcheong, Kim Tae-heum, menyuarakan reaksinya atas serangan pada Selasa (2/1) itu.
“Terorisme politis seharusnya tidak terjadi,” ujarnya kepada BBC Korea.
“Kita harus mendirikan mekanisme institusional pencegahan guna menghindari hal seperti ini terjadi lagi pada kemudian hari.”