*)CAHAYA PASUNDAN

Oleh: Prof. Dr. H. Ali Anwar, M.Si (Ketua Bidang Agama Paguyuban Pasundan)
“Al-Islamu shalihun likulli zamanin wamakanin” (Islam adalah agama yang sesuai dengan segala zaman dan tempat). Ungkapan ini dapat dibuktikan antara lain oleh pemahaman dan pengamatan bahwa Islam adalah agama yang paling banyak mencakup berbagai ras dan kebangsaan, dengan kawasan pengaruh yang meliputi hampir semua ciri klimatologis dan geografis. Hal ini dapat dilihat dari sejarah kehidupan Rasulullah SAW dan sabda-sabdanya yang senantiasa dihadapkan pada kemajemukan rasialistis dan linguistis.
Realitas tersebut terjadi karena dalam pandangan Islam, setiap kenyataan yang bersifat alami dan manusiawi tidak terpengaruh oleh zaman, tempat, asal-usul rasial dan kebahasaan, melainkan ia tetap ada, tanpa perubahan dan peralihan. Dengan demikian karena berurusan dengan alam kemanusiaan itu, Islam senantiasa ada bersama manusia tanpa dibatasi ruang dan waktu serta kualitas lahiriah hidup manusia. Konsekuensinya adalah Islam sebagai agama yang abadi hingga akhir zaman dan bersifat universal mencakup seluruh aspek, kehidupan manusia, di mana dan kapan saja ia berada. Firman Allah SWT:
“Tiada Kami mengutus Engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S. Al-Anbiya [21]: 107)
Firmannya lagi:
“Tiada Kami mengutus Engkau (Muhammad), melainkan untuk seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S. Saba’ [34]: 28).
Universalisme Islam dapat dilihat dalam, antara lain dalam segi metafisika. Islam memandang bahwa persoalan metafisik merupakan persoalan manusia pada umumnya. Setiap manusia, kapan dan di manapun, selalu berhubungan dengan persoalan-persoalan metafisik, karena ia tidak dapat memecahkan masalahnya secara rasional. Akal manusia terbatas pada apa yang bisa dipikirkan, dilihat, dan dirasakan. Di sisi lain, banyak hal dalam kehidupan manusia yang tidak terpikirkan akal semata. Islam memberikan solusi metafisik bagi setiap persoalan akal manusia tidak mampu memecahkannya.
Universalisme Islam tampak pula dari segi ritual, yaitu ajaran Islam tidak membedakan aturan ritual atas dasar budaya tertentu. Setiap muslim di mana pun berada memiliki tata ritual yang sama. Seperti dalam pelaksanaan shalat, setiap muslim terikat pada aturan yang sama di mana pun atau kapan pun ia berada.
Secara sosiologis umat Islam satu dengan yang lain terikat kuat oleh satu ikatan, yaitu akidah yang mengalahkan ikatan primordial lainnya. Suku atau ras tidak lagi menjadi pembeda utama dalam hubungan kemanusiaan. Bahkan, persamaan akidah dapat melebur perbedaan-perbedaan lainnya. Termasuk perbedaan suku atau kebangsaan tertentu.
Dampak persamaan keyakinan ini tidak terlepas dari segi politik. Konsep kesamaan dan persaudaraan merupakan dorongan untuk mengembangkan kesamaan visi politik. Kemudian diperkuat lagi dengan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar yang dapat efektif melalui pendekatan politik yang bersifat universal.
Universalisme Islam terintegritas dan terkodifikasi dalam akidah, syariah, dan akhlak. Antara satu dan yang lainnya terdapat nisbat atau hubungan yang saling berkaitan dan kesemuanya berfokus dan menuju pada keesaan Allah atau bertauhid. Ajaran tauhid inilah yang menjadi inti, awal, dan akhir dari seluruh ajaran Islam.
Islam itu sendiri, secara totalitas, merupakan suatu keyakinan bahwa nilai-nilai ajarannya adalah benar dan bersifat mutlak karena bersumber dari Yang Maha mutlak. Dengan demikian, segala yang diperintahkan dan diizin-kannya adalah suatu kebenaran, sedangkan segala sesuatu yang dilarangnya adalah kebatilan.
Di samping itu, Islam merupakan hukum atau undang-undang (syariah) yang mengatur tata cara manusia dalam berhubungan dengan Allah (vertikal) dan hubungan antarsesama manusia (horizontal). Di dalamnya mencakup dua bidang pembahasan, yaitu pertama bidang ibadah mahdhah yang meliputi tata cara shalat. puasa. zakat, dan haji. Kedua, bidang ibadah ghair mahdhah yang meliputi mu ‘amalat, munakahat, siyasat, jinayat, dan sebagainya. Sebagai standar dan ukuran dalam pelaksanaannya merujuk pada hukum yang lima yang disebut Al-Ahkam Al-Khamsah, yaitu, wajib, haram, mubah, mandub, dan makruh.
Penerapan kelima hukum tersebut dalam kehidupan sehari-hari memiliki variasi dan pelaksanaannya bersifat fleksible melalui ijtihad yang disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan zaman. Aspek syari ‘ah ini disosialisasikan oleh aspek akhlak yang meliputi cara, tata kelakuan, dan kebiasaan dalam bersosialisasi dan berinteraksi, baik yang berhubungan dengan ekonomi, politik, berkeluarga, bertetangga, dan sebagainya.
Ketiga aspek tersebut dalam operasionalnya bersumber kepada Al-Quran dan Sunnah Rasul. Dua sumber pokok inilah yang mengatur kehidupan manusia dengan cermat, baik yang berhubungan dengan Allah, maupun yang berhubungan dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Kemudian dilakukan jjtihad untuk menetapkan hukum bagi persoalan-persoalan yang tidak terdapat secara eksplisit dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul, sebagai hasil ketetapan para ulama yang dikodifikasi dalam ilmu fiqih.
Seluruh ajaran tersebut, baik akidah maupun syari’ah dan akhlak, bertujuan membebaskan manusia dari berbagai belenggu penyakit mental-spiritual dan stagnasi berpikir, serta mengatur tingkah laku perbuat, manusia secara tertib agar tidak terjerumus ke lembah kehinaan dan keterbelakangan. Sehingga tercapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat. Sinkronitas dan integritas dari ketiga aspek tersebut, terlihat universalisme dan universalitas Islam dengan misinya sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia. –
Atas dasar itulah, muncul diktum Islam sebagai agama yang sempurna. Kesempurnaannya terlihat dalam ajaran-ajarannya yang bersifat universal dan fleksibel (luas dan luwes) serta mengharuskan terciptanya keseimbangan hidup antara duniawi dan ukhrawi, jasmani dan rohani. Sebab, kehidupan duniawi yang baik harus dijadikan media untuk mencapai kehidupan rohani yang baik.
Sebaliknya, kehidupan rohani yang baik harus dijadikan media untuk memenuhi kehidupan jasmani yang baik, legal, dan halal serta di bawah rida Allah. Oleh karena Itu, Islam merupakan kekuatan hidup yang dinamis, juga merupakan suatu kode yang sesuai dan berdampingan dengan tabiat alam, dan merupakan kode yang meliputi segala aspek kehidupan insani. Allah SWT. Berfirman:
“Hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam sebagai agamamu.” (Q.S. Al-Maidah [51]: 3). (ran)












