Oleh: Prof. Dr. H. Ali Anwar, M.Si (Ketua Bidang Agama Paguyuban Pasundan)
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Dalam setiap ajaran agama, khususnya ajaran Islam muncul istilah keadilan sosial, seperti yang akan dibahas pada bab ini. Secara implisit, hal ini menandakan adanya kelas-kelas atau tingkatan-tingkatan dalam amsyarakat, baik berdasarkan ekonomi, pendidikan, status, atau kekuasaan, dan sebagainya.
Ada pula perbedaan jenis kelamin, ras, suku bangsa,w arna kulit, bahasa, dan bentuk tubuh. Perbedaan tersebut tidak dimaksudkan untuk membeda-bedakan keberadaan manusia satu sama lain, melainkan untuk menunjukkan kebesaran dan kekuasaan Allah. Namun, akrena manusia diciptakan Alah dengan dilengkapi akal dan nafsu, muncul persaingan di antara mereka untuk saling mengungguli dan saling menguasai dalam berbagai bidang kehidupan, baik bidang ekonomi, kekuasaan, ilmu pengetahuan, teknologi, budaya atau pun bidang kehidupan lainnya.
Persaingan tersebut lambat laun semakin menajam sehingga ada yang unggul dan ada yang diungguli, juga ada yang menang dan ada yang kalah. Pihak yang unggul menjadi kelompok yang berkuasa dan yang diungguli menjadi kelompok yang dikuasai pihak yang menang “menjajah” dan yang kalah “dijajah”. Dari fenomena seperti ini, lahirlah pembedaan-pembedaan eksistensi manusia yang semula diciptakan sama derajatnya menjadi terpilah-pilah pada lapisan-lapisan tertentu. Ada golongan tinggi, menengah dan rendah sehingga muncul kelas-kelas dalam suatu masyarakat atau yang disebut dengan sistem stratifikasi sosial.
Dalam Al-Quran, banyak isyarat yang menunjukkan stratifikasi sosial meskipun tidak secara tegas mengemukakan bentuk stratifikasi sosial tersebut. Isyarat-isyarat itu, ada yang stratanya didasarkan pada pemikilikan ekonomi, jenis kelamin, status sosial, hubungan kekerabatan, etnik atau ras, keagamaan, pengetahuan, pekerjaan, dan lain-lain. Al-Quran telah mengungkapkan hal tersebut dengan tegas, seperti ayat-ayat di bawah ini.
- Stratifikasi sosial atas dasar pemilikan ekonomi:
“Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang yang dilebihkan rezekinya itu tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama-sama merasakan rezeki itu. Maka mengapa mereka mengikngkari nikmat Allah.” (Q.S. An-Nahl [16] : 71)
- Stratifikasi sosial atas dasar jenis kelamin dan hubungan kekerabatan:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri dan darinyalah Allah menciptakan istriinya, dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak ….” (Q>S. An-Nisa [4] : 1)
“Allah mensyariatkan bagimu (tentang pembagian pusaka) untuk anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan.” (Q.S. An-Nisa [4] : 11)
- Stratifikasi sosial atas dasar status sosial:
“Dan masing-masing orang memperoleh derajat yang seimbang dengan apa yang dikerjakannya, dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. Al-An’am [6] : 132)
“Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? Yaitu membebaskan budak dari perbudakan.” (Q.S. Al-Balad [90] : 12 – 13)
- Stratifikasi sosial atas dasar etnik atau ras:
“Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal-mengenal.” (Q.S. Al-Hujurat [49] : 13)
- Stratifikasi sosial atas dasar keagamaan:
“Katakanlah hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah, dan aku tidak akan menjadi penyembah Tuhan yang kamu sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.” (Q.S. Al-Kafirun [109] : 1 – 6)
- Stratifikasi sosial atas dasar kepemilikan ilmu pengetahuan:
“… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat ….” (Q.S. Al-Mujadilah [58] : 11)
- Stratifikasi sosial atas dasar amal saleh:
“Dan bahwasannya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (Q.S. An-Najm [53] : 39)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itulah sebaik-baik makhluk.” (Q.S. Al-Bayyinah [98] : 7)
Kandungan ayat-ayat Al-Quran tersebut, meskipun belum merupakan sebuah rumusan yang sistematis, telah memberikan gambaran tentang stratifikasi sosial dalam kehidupan manusia. Begitu jugal halnya pada kalangan masyarakat muslim. Munculnya istilah-istilah, seperti: al-fuqura, al-masakin, al-yatama, al-‘alim, al-musafir, al-mu’minuun, al-fasiquun, dan al-kafiruun dalam ayat-ayat Al-Quran, dapat dijadikan dasar sebagai isyarat adanya (diakuinya) sistem stratifikasi dalam Islam. Sebab secara etimologi (bahasa), istilah-istilah tersebut menunjukkan adanya perbedaan tingkatan antara yang satu dan lainnya. (han)