BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Usia Paguyuban Pasundan sudah menginjak ke-111 yang di ketuai oleh Ketua Umum Paguyuban Pasundan Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si. Tentunya hal itu menjadi momentum penting mengingat sejarah panjang berdirinya Pasundan ini.
Dalam buku “Sekilas Paguyuban Pasundan” karya Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si., ini mengingatkan kembali akan prinsip berdirinya Pasundan untuk memerangi kebodohan dan kemiskinan.
Berikut mengenai sejarah Paguyuban Pasundan dalam buku “Sekilas Paguyuban Pasundan”.
Potensi Sejarah
Esensi sejarah kelahiran Paguyuban Pasundan, hampir mirip dengan kelahiran Budi Utomo, yakni genesis empiriknya berasal dari lingkungan sekolah kedokteran Stovia. Namun, satu hal yang harus digarisbawahi bahwa Paguyuban Pasundan tidak perkat dengan ciri-ciri primordialisme dan ekslusivisme, tetapi menonjolkan egaliterianisme dan non sektarianisme. Paguyuban Pasundan yang didirikan para mahasiswa kedokteran pada 20 Juli 1913, tidak membatasi pada etnis Sunda, jangkauannya jauh ke depan serta menasional yang dibuktikan dengan salah satu ketua umumnya yaitu Daeng Kanduruan Ardiwinata yang berdasar Makassar.
Tujuan didirikannya Paguyuban Pasundan adalah “terwujudnya masyarakat Indonesia yang memiliki harkat dan martabat”, dengan misinya memerangi kebodohan dan kemiskinan. Tujuan dan misi Paguyuban Pasundan sejak didirikannya masih tetap relevan dengan perkembangan Indonesia saat ini.
Kesadaran yang dimunculkan Paguyuban Pasundan lewat Capaian proses kultural pendidikan yang mengabaikan perbedaan agama, keyakinan, etnis dan ideologi, sesungguhnya merupakan potensi politik menuju gerakan awal penyadaran berbangsa dan bernegara untuk meraih kemerdekaan.
Realita ini mustahil untuk dimanipulasi oleh siapapun, karena pada saat Paguyuban Pasundan memasuki bidang politik secara sahih tahun 1919 di Volksraad dengan tandas mengangkat salah satu tujuan politiknya, bahwa “Paguyuban Pasundan mengakui hak-hak bangsa Indonesia dalam bidang kebudayaan dan etnisnya masing-masing”.
Fenomena politik bukanlah persoalan yang tabu bagi arah dan kiprah Paguyuban Pasundan di masa kini dan di hari esok. Tinggal, bagaimana kepiawaian mengidentifikasi dan mengelola potensi politik Paguyuban Pasundan, tetap berada pada orbit kesundaan dan keindonesiaan. Artinya, Paguyuban Pasundan sebagai aset nasional yang bertumpu pada ihwal pencerahan kesundaan, tetap kontributif bagi perwujudan mosaik kenusantaraan yang tidak monolitik.
Rumusan ini jelas, merupakan kontribusi politik Paguyuban Pasundan sejak awal, terhadap dinamika pluralisme politik di Indonesia, dan sekaligus sebagai komitmen terhadap mekanisme politik kebangsaan. Pada tanggal 28 Oktober 1928, Paguyuban Pasundan, mendorong para nonoman Sunda untuk turut serta dalam pendeklarasian Sumpah Pemuda. Ketua Umum Paguyuban Pasundan R. Otto Iskandar Dinata bersama Gatot Mangkupradja pada tahun 1943 mendirikan Pembela Tanah Air (Peta). Peta dan KNIL merupakan cikal bakal Tentara Nasional Indonesia.
Dalam sidang Volksraad (1931) Paguyuban Pasundan menyampaikan manifest politik berdasarkan hasil Kongres di Bogor:
- Paguyuban Pasundan mengakui hak tiap-tiap suku bangsa Indonesia untuk memelihara sifatnya (etnologis dan kultural) masing-masing.
- Mengingat nasib yang sama dari seluruh Indonesia, Paguyuban Pasundan menganjurkan adanya satu perjuangan politik.
- Paguyuban Pasundan menginsyafi pertumbuhan Kesatuan Indonesia.
- Paguyuban Pasundan senantiasa berdaya upaya memperteguh dan menyempurnakan front kesatuan politik.
Paguyuban Pasundan juga turut serta dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan. Dalem Bandung, Wiranatakusumah yang saat itu menjadi Ketua Para Bupati se Indonesia meminta kepada Soekarno untuk segera menyatakan kemerdekaan Indonesia (Proklamasi). Otto Iskandar Dinata, Ketua Umum Paguyuban Pasundan mengumandangkan pekik “Merdeka”, dan setelah merdeka Otto
Iskandar Dinata dalam sidang Volksraad mengusulkan agar secara aklamasi Soekarno-Hatta ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Di saat itulah secara resmi Soekarno-Hatta menjadi Presiden dan Wakil Presiden Negara Republik Indonesia. Dalam kabinet pertama, Otto Iskandar Dinata diangkat menjadi Menteri Negara pertama. Namun sayang, perjalanan panjang perjuangan Otto Iskandar Dinata dalam menegakkan kemerdekaan diakhiri dengan kejahatan politik. Otto Iskandar Dinata dijemput atas nama undangan Presiden untuk rapat, nyatanya beliau diculik oleh kelompok mana, dibawa ke Pantai Mauk Tangerang Yan jasadnya tidak diketahui sampal sekarang. Sebagai Penghargaan kepada Pahlawan Bangsa, sebagai simbolisme bagian pasir dj pantai mauk, dibawa ke pasir pahlawan Lembang. Di tempat itulah keluarga besar Paguyuban Pasundan berziarah setiap tanggal 20 Desember, untuk memanjatkan doa dan bermunajat kepada Allah SWT, semoga perjuangan almarhum diterima sebagai ibadah hamba-Nya.
Puncak keterlibatan Paguyuban Pasundan dalam kepolitikan nasional, yaitu ketika Kongres tahun 1949 di Bandung, mengubah nama Paguyuban Pasundan dengan “Partai Kebangsaan Indonesia (Parki)”.
Partai Kebangsaan Indonesia (Parki) didirikan untuk meluruskan bahwa Paguyuban Pasundan yang berubah menjadi Parki tidaklah sukuisme, serta wujud perlawanan kepada Belanda yang masih berambisi mengangkangi bangsa Indonesia, untuk memecah belah integritas dan kemerdekaan yang telah ditasdikkannya. Pada tahun 1956, berdasarkan Kongres, Parki berubah lagi menjadi Paguyuban Pasundan. Penggal sejarah tadi, makin membuktikan bahwa Paguyuban Pasundan sejak semula bukanlah sebuah organisasi kesukuan yang picik.
Ir. Djuanda, ketika beliau menjadi Perdana Menteri RI dan juga menjabat Sekjen Paguyuban Pasundan, pada 13 Desember 1957 melahirkan “Deklarasi Djuanda”. Beliau berjuang melawan penjajah dengan kekuatan diplomasi. Dengan “Deklarasi Djuanda” luas daratan Indonesia semula + 2 juta Km² menjadi 5,7 juta Km². Perairan Indonesia semula 3 mil menjadi 12 mil.
Deklarasi Djuanda telah menyatukan seluruh wilayah yang ada di Nusantara. Oleh karena itu, setiap tanggal 13 Desember Paguyuban Pasundan memperingati Deklarasi Djuanda.
Pada perkembangan berikutnya, setelah tahun 1959, dalam konteks percaturan politik makin mengerut. Paguyuban Pasundan lebih memfokuskan diri pada prioritas penyelenggaraan pendidikan, serta pemuliaan budaya. Untuk mengimplementasikan misi memerangi kebodohan, Paguyuban Pasundan pada tahun 1922 mendirikan HIS dan MULO Pasundan di Tasikmalaya. Paguyuban Pasundan juga memiliki Surat Kabar Sipatahoenan, yang oplahnya cukup besar dan pembacanya di beberapa negara.
Saat ini pendidikan dasar dan menengah berkembang pesat yang tersebar di berbagai kota di Jawa Barat dan Banten, yang jumlahnya ada 118 sekolah. Alumni dari HIS dan Mulo Pasundan Tasikmalaya melahirkan orang-orang besar seperti : Jendral Umar Wirahadikusumah (Mantan Wapres RI), Prof. Dr. Ir. Toyib Hadiwidjaja pernah menjadi Rektor IPB dan pernah beberapa kali menjadi Menteri Pertanian, Letjen Mashudi mantan Gubernur Jawa Barat dan Ka Kwarnas Gerakan Pramuka, Mayjen Solihin GP Mantan Gubernur Jawa Barat, Prof. Dr. Numan Soemantri Rektor IKIP. Banyak alumni pendidikan dasar dan menengah yang menduduki jabatan strategis di berbagai bidang di Indonesia, termasuk TNI, Polri dan Pebisnis yang sukses.
Pada tahun 1957, Ketua Umum Paguyuban Pasundan Pak Suradiradja menjadi Ketua Panitia Pendiri Universitas Padjadjaran (Unpad), dan pada tahun 1960 Pak Suradiradja juga mendirikan Universitas Pasundan dan sekaligus beliau sebagai Rektor pertama Unpas.
Unpas saat ini telah berkembang luar biasa, dan telah menjadi perguruan tinggi swasta papan atas dengan akreditasi kelembagaan “A” dan menjadi PTS 3 besar di Indonesia yang mahasiswanya berasal dari berbagai provinsi dan berbagai negara.
Tahun 1964 didirikan Sekolah Tinggi Hukum Pasundan di Sukabumi dan menyusul tahun 1971 didirikan Akademi Ilmu Keuangan Pasundan (AIKPAS) di Bandung yang berubah namanya menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan (STIEPAS). Pada tahun 1986 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan membuka kelas jauh di Cimahi yang kemudian berubah menjadi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Pasundan Cimahi pada tahun 1987.
Memang secaara sistemik, proses pendidikan akan berpengaruh terhadap bangunan politik sebuah bangsa. Proses pencerdasan bangsa lewat pendidikan bisa dijadikan sebagai percepatan kesadaran (melek) poliik sebuah komunitas. Wajar jika Paguyuban Pasundan bertindak sebagai pelegitimasi kesundaan yang mampu berkiprah sebagai lembaga yang berpengaruh.
Untuk mengimplementasikan memerangi kemiskinan, pada tahun enam pluhan di bidang ekomoni, Paguyuban Pasundan mendirikan “Bak Central Pasundan”, yayasan Kesejahteraan Paundan, Percetakan PT. Pangharepan Baru dan Lembaga Bantuan Hukum Pasundan. (han)