BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) telah mencabut sertifikat halal produk Roti Okko.
Langkah ini diambil berdasarkan hasil investigasi tim pengawasan BPJPH yang menemukan sejumlah pelanggaran regulasi Jaminan Produk Halal (JPH).
Dilansir dari situs resmi Kemenag, Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham, menjelaskan bahwa pencabutan ini berlaku sejak 1 Agustus 2024, terkait pelanggaran yang dilakukan oleh PT ARF selaku produsen roti Okko.
Aqil menyebut bahwa Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menemukan penggunaan bahan berbahaya, yaitu Natrium Dehidroasetat, dalam produk roti Okko melalui hasil pengujian terhadap sampel dari sarana produksi.
BPJPH segera mengirim tim pengawas ke lapangan, berkoordinasi dengan BPOM, dan meminta konfirmasi dari Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) LPPOM.
Investigasi menunjukkan bahwa PT ARF mengajukan sertifikasi halal melalui Sihalal pada 27 Juni 2023, melaporkan penggunaan bahan pengawet kalsium propionate yang sesuai dengan daftar bahan pada saat pengajuan sertifikasi.
Namun, Natrium Dehidroasetat tidak ditemukan saat auditor halal melakukan pemeriksaan bahan dan produksi.
Pengawasan fasilitas produksi PT ARF menemukan ketidaksesuaian proses produksi terhadap penerapan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH), termasuk pelanggaran terhadap kriteria komitmen, tanggung jawab, penggunaan bahan, proses produk halal, produk, serta pemantauan dan evaluasi.
Temuan juga termasuk pencantuman label halal pada produk Roti Bun Rasa Kopi Susu yang tidak terdaftar sebagai varian produk dalam sertifikat halal nomor ID00210006483580623.
Aqil menjelaskan bahwa pelanggaran ini melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal pasal 65, 84, dan 87.
Sesuai dengan pasal 149 dari PP tersebut, pelaku usaha dikenai sanksi administratif berupa pencabutan sertifikat halal dan penarikan barang dari peredaran.
Aqil menegaskan pentingnya kesadaran, komitmen, dan tanggung jawab pelaku usaha dalam memenuhi kriteria SJPH yang ditetapkan.
Sertifikasi halal bukan sekadar mekanisme administratif, tetapi komitmen yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum dan diterapkan secara konsisten.
Lebih lanjut, Aqil mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengawasan JPH. Partisipasi masyarakat, yang dijamin oleh Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 53, sangat diperlukan mengingat cakupan penyelenggaraan JPH yang luas.
Masyarakat dapat ikut serta dalam sosialisasi dan pengawasan produk halal, serta mengajukan pengaduan atau pelaporan ke BPJPH jika menemukan ketidaksesuaian.
“Harus diingat bahwa sertifikat halal bukanlah status administratif semata, melainkan standar yang harus diterapkan secara konsisten, sehingga produk benar-benar terjaga kehalalannya secara terus menerus,” tandas Aqil. (han)