PASPENDIDIKAN

Aweuhan Pasundan: Bagian II Sosial Budaya “Sunda Dituntut Konsisten”

ADVERTISEMENT

Oleh: Ketua Umum Paguyuban Pasundan Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si.

Ketua Umum Paguyuban Pasundan Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si. (foto: pasjabar)

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – (BANDUNG, (PR).) Ormas-ormas yang mengusung isu kesundaan seharusnya mulai memikirkan langkah strategis dan target politik, untuk mampu melahirkan sebanyak mungkin kader terbaik Ki Sunda, yang mampu bermain di level nasional bahkan global.

Hal itu hanya dapat dilakukan seandainya ormas Sunda secara konsisten berkhidmat pada kegiatan-kegiatan nyata berbasis kultural dan pendidikan. Target politik yang diusung pun bukan dalam “p” kecil atau pragmatisme politik, tapi membangun basis kultural yang mampu terusmenerus melahirkan kader terbaik.

Demikian rangkuman pendapat pemerhati kesundaan, Setia Permana dan sesepuh Paguyuban Pasundan, Aboeng Koesman, Selasa (13/12). Keduanya dimintai pendapat tentang wacana kesundaan yang bergulir pasca-reshuffle.

Sementara itu, Sekjen PB Paguyuban Pasundan (PP) Prof. Dr. Didi Turmudzi menepis persepsi bahwa pihaknya terjebak pragmatisme politik dan etnosentrisme, dalam wacana soal reshuffle kabinet oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Apa yang selama ini dilakukan PP tetap dalam kerangka membangun jati diri kesundaan.

Menurut Setia Permana, tidaklah haram bagi sebuah ormas berbicara soal politik. Tapi, hal itu mesti dilakukan dengan fondasi proses kultural. “Jadi, ketika hal itu bergulir, tetap memiliki daya tawar secara politik. Saat berbicara politik, itu terkait dengan kompetensi dan kontribusi,” ungkap Setia Permana.

Dalam konteks demikian, setiap elite Sunda yang diusung ke permukaan akan berkorelasi dan berkohesi dengan napas kesundaan. “Harus ada kontribusi nyata terhadap kesundaan atau dalam istilah saya, ada dalam file reputasi kesundaan. Hal itu muncul secara alamiah, tanpa harus digerakkan,” tegasnya.

Karena itulah, lanjutnya, ormas Sunda harus mulai berpikir tentang program pengaderan. Ormas-ormas Sunda secara nyata melakukan langkah untuk melahirkan kader-kader elite yang bisa bermain di tingkat nasional.

“Bukan pencantolan. Kelahiran kader-kader itu dilakukan lewat proses kultural, dedikasi, dan komitmen kesundaan sesungguhnya. Jangan terjebak pada diktum lama, ketika ada elite lantas mengekor’, mestinya melahirkan,” ucap Setia Permana.

Dengan begitu, tatkala ormas Sunda bicara politik, maka yang dibicarakan adalah politik dalam “P” besar. “Kita akhirnya bukan hanya bicara kepentingan Sunda, tapi Sunda dalam konteks keindonesiaan. Tidak sempit,” katanya.

Sementara itu, Aboeng Koesman yang juga mantan Wakil Gubernur Jabar menegaskan, secara prinsip PP sebagai ormas Sunda terbesar harus dapat memayungi segala macam kegiatan di Jabar. “Terutama dalam aspek pendidikan, bahasa, dan kebudayaan. Melalui tiga hal itulah, PP dapat secara konsisten membangun basis kepemimpinan yang mengakar,” ujarnya.

Aboeng tak mau berkomentar lebih lanjut karena ia mengaku tidak ikut dalam kegiatan yang digelar PP yang juga dihadiri mantan-mantan menteri asal Jabar yang dicopot pasca-reshuffle. “Saya sebetulnya dapat undangannya, namun karena kebetulan pada saat bersamaan ada di Jakarta, jadi tidak bisa ikut serta,” ujarnya.

Kontraproduktif

Di sisi lain, Didi Turmudzi menepis persepsi PP terjebak pada pragmatisme atau etnosentrisme. “Saya kira, jangan saling menyalahkan karena akan berdampak kontraproduktif bagi upaya membangunan kesundaan,” ungkapnya.

Apa yang selama ini dilakukan PP dengan mengakomodasi para tokoh asal Jabar (Sunda) yang pernah manggung dalam pentas nasional, semata untuk membangun kembali kecintaan terhadap daerahnya, “Sebab, bisa saja di saat mereka manggung ada rasa enggan atau takut.

Pada momen reshuffle kemarin, di saat mereka “terpuruk, kita memberi motivasi dan kembali ke ‘habitat’ kesundaannya,” jelas Didi. Didi juga menegaskan, nasionalisme tidak bisa dibangun tanpa mempertautkan kembali kebanggaan etnisitas. “Kita telah melakukan kegagalan pada era Orde Baru lalu, di mana semua harus seragam karena arogansi kekuasaan. Instrumen itu dilakukan untuk melupakan kesadaran kita terhadap khazanah lokal, yang ujung-ujungnya melahirkan provinsialisme dan separatisme,” paparnya.

Tentang harapan banyak kalangan Sunda agar PP konsisten berkhidmat pada bidang budaya dan pendidikan, menurut Didi Turmudzi, hal itulah yang terus dilakukan saat ini. “Kita memimpikan PP akan kembai melahirkan tokoh-tokoh sekaliber Thoyib Hadiwidjaja, Doddy Tisna Amidjaja, atau Solihin Gautama Purwanegara, juga Mashudi. Kelemahan kita sekarang memang dalam soal SDM,” paparnya.

Sejak awal, misi PP adalah memerangi kebodohan dan kemiskinan. “Kenapa PP mengambil visi dan misi demikian, karena dari kemiskinan itulah lahir kebodohan. Sinergi antara pembangunan bidang ekanomi dan pendidikan menjadi garapan PP dan ormas-ormas kesundaan lainnya,” ucap Didi. (han)

Hanna Hanifah

Recent Posts

WJIS 2024, Jawa Barat Alami Pertumbuhan Ekonomi 4,95 Persen

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- West Java Investment Summit 2024 yang sudah berjalan ke enam kalinya mencatatkan…

6 jam ago

Pelajaran untuk Persib Usai Dipermalukan Port FC

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Persib Bandung menelan pil pahit. Melawan Port FC dalam laga perdana Grup F AFC…

8 jam ago

Pengungsi Gempa Cibeureum Antre Panjang Demi Minuman Hangat

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Ratusan pengungsi gempa di Cibeureum, Kabupaten Bandung, rela mengantre panjang demi mendapatkan…

9 jam ago

Tenda Terpasang, Pengungsi Gempa Kertasari Masih Kekurangan Bantuan

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Lebih dari 10 tenda pengungsian telah dipasang di lokasi evakuasi korban gempa…

9 jam ago

Port FC Permalukan Persib di Si Jalak Harupat

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM - Persib Bandung menuai kekalahan saat menjamu Port FC dalam laga perdana Grup…

9 jam ago

Landak Jawa Ditemukan Berkeliaran di Jalan Padjadjaran Kota Bandung

BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM -- Seekor Landak Jawa ditemukan berkeliaran di kawasan Jalan Pajadjaran Kota Bandung. Hewan…

10 jam ago