Oleh: Firdaus Arifin, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Barat 2024 semakin mendekat, dan tanda-tanda pergulatan politik di tanah Pasundan mulai terasa semakin hangat. Berbagai nama mencuat ke permukaan, sebagian besar merupakan tokoh-tokoh yang tidak asing di panggung politik, baik di level lokal maupun nasional. Namun, di tengah sorotan yang semakin intensif, muncul pertanyaan mendasar: apakah kontestasi ini akan menjadi ajang adu gagasan atau sekadar adu gaya?
Sejarah politik di Jawa Barat tidak terlepas dari nuansa yang khas, di mana budaya lokal, nilai-nilai tradisional, dan dinamika politik nasional berbaur menjadi satu. Pilgub Jawa Barat selalu menjadi ajang yang strategis karena wilayah ini merupakan salah satu daerah dengan jumlah pemilih terbesar di Indonesia. Tidak hanya itu, Jawa Barat juga sering kali menjadi tolok ukur bagi peta politik nasional, mengingat posisi strategisnya sebagai salah satu provinsi yang secara geografis dan demografis sangat berpengaruh.
Gagasan sebagai Pilar Kepemimpinan
Dalam konteks demokrasi yang ideal, gagasan merupakan elemen utama yang harus ditonjolkan oleh para calon pemimpin. Gagasan adalah wujud dari visi dan misi yang jelas, yang diharapkan dapat membawa perubahan positif bagi masyarakat. Namun, apakah kita dapat melihat bahwa gagasan ini benar-benar menjadi hal yang dominan dalam Pilgub Jawa Barat 2024?
Jika melihat rekam jejak politik di berbagai pilkada sebelumnya, tidak jarang gagasan tertutupi oleh kepentingan pragmatis. Gagasan sering kali hanya menjadi jargon kampanye yang kemudian terlupakan begitu pemilihan usai. Kandidat-kandidat lebih sering sibuk menampilkan citra diri yang memukau, tanpa benar-benar menawarkan solusi konkret terhadap permasalahan yang ada.
Jawa Barat, dengan segala dinamika dan kompleksitasnya, membutuhkan pemimpin yang memiliki visi yang jelas tentang arah pembangunan provinsi ini ke depan. Isu-isu seperti urbanisasi, ketimpangan sosial, dan degradasi lingkungan menuntut solusi yang inovatif dan berkelanjutan. Namun, apakah para kandidat gubernur mampu merespons tantangan ini dengan gagasan yang memadai, ataukah mereka akan lebih fokus pada citra yang dibangun melalui strategi komunikasi politik yang canggih?
Autentisitas dan Pencitraan
Gaya dalam politik, pada dasarnya, bukanlah hal yang negatif. Gaya dapat menjadi cerminan dari kepribadian seorang pemimpin, yang dapat meningkatkan daya tarik politiknya. Namun, persoalan muncul ketika gaya lebih diutamakan daripada substansi gagasan. Dalam politik kontemporer, terutama di era digital seperti saat ini, gaya sering kali menjadi instrumen utama untuk menarik perhatian pemilih.
Di media sosial, misalnya, seorang calon pemimpin dapat dengan mudah membangun citra yang disesuaikan dengan segmentasi pemilih yang dituju. Ini adalah fenomena yang tidak dapat dihindari di tengah perkembangan teknologi informasi yang pesat. Namun, pertanyaannya adalah, seberapa jauh gaya ini dapat diterima oleh pemilih Jawa Barat yang cerdas dan kritis?
Pemilih di Jawa Barat dikenal sebagai pemilih yang rasional, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa mereka juga dipengaruhi oleh aspek emosional dalam memilih pemimpin. Dalam konteks ini, gaya politik yang ditampilkan oleh para kandidat, baik dalam berbusana, berbicara, maupun bersikap, dapat menjadi faktor penentu. Namun, gaya tanpa substansi hanya akan menghasilkan pemimpin yang kosong dari gagasan, yang pada akhirnya tidak mampu membawa perubahan yang diharapkan.
Adu Gagasan atau Adu Gaya?
Pada akhirnya, Pilgub Jawa Barat 2024 harus menjadi momentum bagi para kandidat untuk membuktikan diri apakah mereka lebih mengedepankan gagasan atau sekadar gaya. Adu gagasan akan menjadi ujian sejauh mana para kandidat mampu menawarkan solusi atas berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat Jawa Barat. Ini termasuk bagaimana mereka akan mengatasi permasalahan ekonomi, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, hingga lingkungan hidup.
Sementara itu, adu gaya, meskipun bisa menjadi bagian dari strategi kampanye yang sah, tidak boleh menjadi pengganti dari adu gagasan. Gaya haruslah menjadi cerminan dari integritas dan komitmen seorang pemimpin, bukan sekadar alat untuk meraih popularitas sesaat. Pemilih Jawa Barat harus didorong untuk lebih kritis dalam menyikapi pencitraan politik yang mungkin mengaburkan substansi.
Pilgub Jawa Barat 2024 juga menjadi cermin bagi kondisi demokrasi di Indonesia. Apakah kita masih terjebak dalam politik pencitraan yang dangkal, ataukah kita telah bergerak menuju politik yang lebih substantif dan berorientasi pada kepentingan publik yang nyata? Jawaban atas pertanyaan ini akan sangat bergantung pada bagaimana para kandidat memposisikan diri mereka dan bagaimana pemilih menanggapi kampanye yang disuguhkan.
Masa Depan Politik Jawa Barat
Jawa Barat memiliki potensi besar untuk menjadi provinsi yang maju dan sejahtera jika dipimpin oleh gubernur yang tidak hanya memiliki gaya yang menarik tetapi juga gagasan yang kuat. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, baik para kandidat maupun pemilih, untuk menjadikan Pilgub Jawa Barat 2024 sebagai ajang yang lebih mengedepankan adu gagasan daripada sekadar adu gaya. Gagasan yang jelas dan berorientasi pada kepentingan rakyat akan menjadi fondasi yang kokoh bagi pembangunan Jawa Barat di masa depan.
Pemimpin yang terpilih harus mampu mengimplementasikan gagasan tersebut dengan kebijakan-kebijakan yang efektif dan berkelanjutan. Hanya dengan demikian, Jawa Barat dapat bergerak maju, tidak hanya menjadi pionir dalam pembangunan nasional tetapi juga menjadi contoh bagi provinsi lain dalam menerapkan demokrasi yang sehat dan bermartabat. (*)