Oleh: Dr. Uus Toharudin, M.Pd., Dosen FKIP Unpas (Fenomena Generasi Z)
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Menjelang pukul 21.00 penulis menjumpai fenomena keramaian anak-anak muda berkumpul di beberapa tempat di sepanjang jalan Soekarno-Hatta Bandung. Salah satunya warung kopi yang sangat luas dan terang benderang, dipenuhi banyak anak muda. Berikutnya adalah tempat menjual makanan yang sangat familiar bagi anak-anak muda dan orang tua. Tempatnya luas dan terang benderang, penuh kendaraan sepeda motor parkir berjajar. Banyak yang sedang mengantre dan ada pula yang duduk-duduk berkelompok menghadapi minuman mereka. Tampak mereka sangat menikmatinya.
Penulis memprediksi para pengunjung hadir di malam hari, disebabkan pada malam hari udaranya sejuk, berbeda dengan siang hari yang udaranya panas, sehingga pada malam hari mereka menyukai untuk berkumpul di tempat terang itu. Selain itu gangguan lalu lintas pada malam hari cenderung lancar, bisa menghemat waktu perjalanan, dengan begitu mereka bisa berlama-lama di tempat itu.
Keasikan mereka membuat mereka terlena pada kegiatan yang mereka sukai sebagai generasi Z, mungkin mereka sedang mempelajari sesuatu yang baru seperti antara lain chat gpt, gemini atau Arificial Intelligence yang menyenangkan. Mereka melakukan eksplorasi terhadap keingintahuan mereka menggunakan teknologi baru. Di sisi lain ada kemungkinan dengan teknologi informasi yang baru itu adalah melampaui proses yang bertahap (nete taraje nincak hambalan, sunda). Menggunakan chat gpt atau gemini mereka akan menemukan informasi ahir tanpa melihat proses yang tahap demi tahap.
Peluang kerja yang tersedia bisa sangat beragam yang merupakan peluang bagi generasi Z, tetapi dengan kemampuan generasi Z yang beragam dan kurang utuh itu seolah olah generasi Z itu tidak mau belajar dan tidak mau bekerja. Kesenjangan itu disebabkan pengalaman generasi Z yang kurang lengkap yang diberikan saat mereka belajar, karena pengalaman belajar kurang seiring dengan definisi belajar yang utuh seperti sebuah metamorphosis pada hewan yang akan menghasilkan individu utuh, sempurna dan adaptif
Pembelajaran Masa Kini
Penulis teringat pada tulisan (BPS) yang menyatakan bahwa ada sekitar 10 juta generasi Z, tentu tidak homogen kondisinya, yang belum siap bekerja dan belum siap belajar. Ingatan tersebut menyebabkan penulis berpikir mendalam, karena penulis adalah seorang pendidik yang menggeluti pembelajaran yang melakukan proses transformasi bagi mahasiswa.
Pembelajaran masa kini berdasarkan pada pembelajaran yang dikembangkan dari pandangan saintifik. Dalam Ilmu Pengetahuan pemecahan masalah direka sedemikian rupa sehingga kita kenal istilah pembelajaran berdasarkan pendekatan saintifik yang antara lain project based learning, problem-based learning, discovery, dan inkuiri. Langkah pembelajarannya diwarnai oleh nuansa saintifik. Hal ini menjadi tumpuan harapan agar peserta didik memperoleh keberhasilan mencapai keterampilan hidup abad ke-21, di mana pembelajaran dipadukan dengan teknologi yang kini sedang berkembang, yakni teknologi informasi dan komunikasi.
Pikiran penulis berasosiasi kepada kedua hal itu, apakah fenomena itu adalah generasi Z dengan segala atribut yang telah disematkan masyarakat kepadanya, seperti antara lain bahwa generasi Z mudah berurusan dengan tekologi, mampu mengolah informasi secara cepat, memiliki kemampuan yang sangat beragam, sangat mengandalkan dan memiliki fokus untuk indera penglihatan, berpikir kritis sehingga bisa mencari informasi secara mandiri, juga sangat berhati-hati terhadap eksistensi seseorang dalam berpendapat, sangat peduli terhadap fakta-fakta yang terjadi di lingkungan masyarakat, dan dinyatakan sebagai pengguna yang memiliki aturan.
Pembentukan Karakter
Selain itu, mereka juga peduli terhadap perbedaan-perbedaan, sangat menghargai dirinya sebagai individu bersosial, mengeksplorasi lingkungan untuk kepentingan dirinya, memiliki keinginan untuk hidup seimbang, berorientasi pada kenyataan yang diharapkan di masa mendatang dengan keuangan yang diharapkan, berharap kurang tergantung pada individu lain dengan cara membangun kemampuan menghasilkan finansial yang memadai dan tidak terlalu terikat aturan yang berkaitan pada kesehatannya.
Mereka belajar dan dibimbing oleh generasi baby-boomer yang nota bene pada umumnya mendidik secara tradisional, kurang melatih kepada kebutuhan karakter generasi Z. Sedangkan generasi Z belajar berdasarkan dan membentuk keterampilan termasuk digital, dan mengetengahkan pengalaman misalnya magang dalam dunia kerja, menggunakan pendekatan pembelajaran yang adaptif dengan tujuan yang harus dicapai, menguatkan kepercayaan diri melalui distance learning.
Mereka juga melatih karakter, menggamit teknologi yang diintegrasi bidang produktif, menggunakan data dibantu dengan Artificial Intelligence (AI), mengakui prinsip belajar sepanjang hayat melalui memupuk minat, dikondisikan untuk bersosial dalam membangun jejaring hingga mereka melaksanakan pekerjaannya semacam retooling, dan diarahkan kepada kewirausahaan.
Apa yang bisa diusahakan pendidikan tinggi keguruan pada kondisi pendidikan untuk mendidik calon pendidik, dan mungkinkah dapat dilakukan sehingga sesuai dengan kebutuhan generasi Z? Peninjauan formula kurikulum sebaiknya dilakukan. Alasan peninjauan kurikulum adalah untuk disesuaikan dengan keterampilan hidup abad 21 yang akan dilaksanakan secara konsisten.
Berkaca pada dua contoh fenomena di dua tempat di atas, para pengunjung setianya ternyata generasi Z, yang suka bersosial secara nyata atau bersosial media, mereka juga ternyata senang melaksanakan investigasi terhadap lingkungan mereka. Jika ditelusuri apa yang dijual di kedua tempat itu, ternyata mereka menyukainya. Bahkan produk-produk lain yang ada kedua tempat itu justru produk-produk kreatif yang laku dikonsumsi pengunjungnya, dan bahkan lebih menguntungkan.
Berdasarkan fenomena lingkungan dan fenomena generasi Z itu, penulis bermaksud menghadirkan tiga buah konsep dalam biologi yang berkaitan dengan proses pembentukan kompetensi peserta didik yaitu, Adaptasi, Mimikri dan Metamorphosis sebagai analogi proses pembelajaran yang sebaiknya dilaksanakan. Darwin menyatakan bahwa adaptasi adalah penyesuaian individu terhadap lingkungannya. Individu yang sesuai dengan lingkungannya yang akan bisa melanjutkan kehidupan, seperti halnya jerapah yang berleher panjang yang akan terus hidup karena dapat menjangkau makanannya yang tinggi. Belajar sebaiknya dapat mengantisipasi perubahan yang terjadi di lingkungan di mana suatu individu berada.
Mimikri dan Metamorphosis
Mimikri adalah kemampuan individu menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya melalui peniruan tampilan fisiknya sesuai lingkungannya. Pada proses mimikri, fisik individu akan mengalami perubahan tampilan luarnya, namun secara genetis tidak mengalami perubahan. Seekor bengkarung akan berubah warnanya manakala dia berada dalam kondisi lingkungan yang berbeda warnanya dengan warna tubuhnya. Sepintas tidak dapat dilihat keberadaannya oleh mahluk lain, dan akan terhindar dari pemangsanya.
Belajar pada proses pendidikan itu mirip dengan peristiwa mimikri walaupun agak berbeda. Belajar di sekolah adalah mengartikan angka, huruf dan lambang ketika kita mengamati lingkungan yang telah disiapkan oleh guru. Hasil pengamatan itu kita olah dengan pikiran, dan ditimbang dengan perasaan, sehingga terbentuklah pengertian keterampilan dan sikap. Semua hasil belajar tercermin dalam ucapan, perilaku dan sikap kehidupan sehari-hari.
Sedangkan Metamorphosis dalam pendidikan dianalogikan sebagai suatu proses perubahan atau transformasi yang bertahap dan kompleks. Sehingga individu menjadi pembelajar yang memiliki kompetensi yang lengkap seperti halnya individu hasil metamorphosis (misalnya ulat menjadi kupu-kupu).
Baik adaptasi, mimikri maupun metamorphosis pada dasarnya mempersoalkan bagaimana seharusnya merespon lingkungannya agar individu adaptif. Proses pendidikan mempersiapkan peserta didik adaptif terhadap keterampilan hidup abad ke-21 secara utuh dan kuat, yakni pertama, memiliki keterampilan belajar; kreatif, berpikir kritis, komunikatif dan kolaboratif. Kedua, keterampilan literasi; yakni literasi informasi, literasi media dan literasi teknologi. Ketiga, memiliki keterampilan hidup; kemampuan kepemimpinan, kemampuan menggagas ide-ide baru, kemampuan belajar sepanjang hayat dan keterampilan sosial.
Generasi yang pernah bersekolah seyogianya memiliki keterampilan abad ke-21, namun apakah keterampilannya sudah utuh atau masih kurang? Semua generasi yang bersekolah mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar mereka bergantung kepada siapa pendidiknya, bagaimana keadaan terdidiknya, interaksi belajarnya dan fasilitas pendukung belajarnya. Fenomena yang tergambarkan untuk generasi tertentu seperti terungkap pada bagian awal artikel ini dan pengalaman lampau saat di seluruh tempat mengalami pandemi covid (2019-2021) proses pendidikan terganggu, kegiatan pembelajaran yang nyata seperti praktikum, praktek-praktek melatih psikomotor, dan pelatihan pembentukan karakter tidak dapat dilaksanakan karena itu, pembelajaran yang terjadi kurang kuat.
Harapan Perubahan
Fenomena pandemik menyebabkan kompetensi generasi Z beragam dan kurang utuh; belum mengantisipasi pengembangan kompetensi dan kurang memupuk adaptasi, mimikri dan metamorphosis; kurang memfasilitasi pengembangan intelegensia quotient, spiritual quotient, emotional quotient, Indonesian quotient, technological quotient dan digital quotient. Penyebabnya adalah kurang kuatnya upaya pendidik (dalam hal ini generasi baby boomer/milenial) yang kurang menyelami generasi Z. Sehingga pembelajaran menjadi tidak konsisten dengan kebutuhan generasi Z untuk mempersiapkan dirinya dalam kondisi VUCA (Volatile, sementara; Uncertainty: ketidak tentuan, Complexity; rumit, dan Ambigu; bermakna ganda) yang tidak menentu itu yang terjadi di masa kini.
Kegigihan, wawasan dan kemampuan seorang pendidik dalam mencapai tujuan pembelajaran yang seiring dengan kebutuhan peserta didiknya. Agar memiliki keterampilan hidup di abad ke-21, menjadi perhitungan dalam melaksanakan proses Pendidikan yang professional. Kemampuan pendidik dalam pembelajaran saintifik yang memadukan keterampilan teknologi dan mengolah informasi dalam membina peserta didik memasuki dan melaksanakan kehidupannya pada abad ke-21..
Ada secercah harapan yang dapat penulis amati dan lakukan pada saat memberi perkuliahan bagi peserta Pendidikan Profesi Guru. Semua hal yang berkaitan dengan proses transformasi peserta didik telah disusun berupa formulasi yang memadukan banyak aspek dalam pembelajaran agar mencapai keterampilan hidup abad ke-21. Harapan penggunaan pendekatan saintifik dapat dilaksanakan secara utuh dan kuat. Masa kini pembelajaran diarahkan kepada project based learning dan problem based learning. Kedua pembelajaran itu adalah pembelajaran bernuansa saintifik, sangat diharapkan bisa melatih semua kompetensi bagi peserta didik. Sehingga peserta didik bisa adaptif, bermimikri dan bermetamorfosis dan in syaa Alloooh bisa mencukupinya untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
Perubahan lingkungan mungkin saja sesuatu yang dianggap positif, namun ada pula yang sifatnya negatif destruktif. Kedua kondisi ini sebaiknya kita sadari sebagai sebuah keniscayaan yang akan terjadi. Penyesuaian diri terhadap lingkungan adalah untuk keberlangsungan hidup peserta didik. (han)