Oleh: Firdaus Arifin, Dosen FH Unpas & Sekertaris APHTN HAN Jawa Barat (KPID Jawa Barat)
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat memasuki era baru dengan terpilihnya komisioner periode 2024–2027. Tugas mereka bukan hanya melanjutkan rutinitas, melainkan menghadapi tantangan penyiaran yang semakin kompleks di era digital. Dengan wilayah yang luas, populasi terbesar di Indonesia, dan dinamika sosial-politik yang tinggi, KPID Jawa Barat memikul tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa penyiaran tidak hanya relevan, tetapi juga berkualitas, adil, dan bermakna bagi masyarakat.
Regulasi
Perkembangan teknologi telah mengubah lanskap penyiaran. Platform digital seperti layanan over-the-top (OTT) dan media streaming menghadirkan tantangan baru bagi penyiaran tradisional, termasuk radio dan televisi. Namun, regulasi yang ada masih cenderung berfokus pada model penyiaran konvensional, sehingga belum mampu sepenuhnya menjawab tantangan zaman.
KPID Jawa Barat harus mampu mendorong pengembangan regulasi lokal yang progresif. Data dari Asosiasi Penyelenggara Multimedia Indonesia (APMI) menunjukkan bahwa konsumsi konten streaming meningkat 45% pada 2023 di Jawa Barat, melampaui angka nasional sebesar 38%. Hal ini mencerminkan kebutuhan akan pendekatan regulasi yang lebih adaptif. Komisioner baru memiliki peluang untuk mendorong inisiatif yang relevan, seperti panduan konten digital dan pengawasan terhadap penyiaran berbasis teknologi baru.
Namun, inisiatif ini membutuhkan kolaborasi erat dengan pusat, pelaku industri, dan masyarakat. KPID tidak bisa hanya menunggu arahan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pusat, tetapi harus berani menjadi pelopor yang mampu menjembatani kepentingan lokal dengan dinamika nasional dan global.
Pengawasan
Tantangan terbesar KPID tetap pada pengawasan konten. Data terakhir mencatat adanya 235 indikasi pelanggaran penyiaran di Jawa Barat sepanjang 2024, meningkat hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya 113 kasus. Konten bermuatan kekerasan, pornografi, hingga ujaran kebencian masih menjadi masalah utama. Bahkan, konten yang bias gender dan tidak ramah anak terus menghiasi layar kaca.
Komisioner KPID baru perlu memperkuat pengawasan, tetapi dengan pendekatan yang lebih sistematis dan berbasis teknologi. Misalnya, dengan memanfaatkan teknologi pemantauan otomatis berbasis kecerdasan buatan untuk mengidentifikasi potensi pelanggaran. Selain itu, sanksi yang diberikan harus lebih tegas dan efektif, tidak hanya berupa teguran, tetapi juga mencakup langkah yang mampu memberikan efek jera kepada pelanggar.
Namun, pengawasan yang represif saja tidak cukup. Literasi media bagi masyarakat perlu menjadi program prioritas. Kampanye literasi media yang menargetkan pelajar, mahasiswa, dan keluarga di Jawa Barat dapat meningkatkan kesadaran publik terhadap hak mereka untuk mendapatkan tayangan yang sehat dan mendidik. Dengan demikian, masyarakat tidak hanya menjadi konsumen pasif, tetapi juga pengkritik aktif yang mampu menuntut kualitas penyiaran yang lebih baik.
Independensi
Dengan selesainya Pemilu 2024, tantangan yang dihadapi KPID Jawa Barat dalam menjaga independensinya tidak lagi berfokus pada pengawasan kampanye politik yang biasanya menjadi sorotan utama di tahun pemilu. Namun, tantangan baru muncul dalam bentuk pengelolaan keberlanjutan narasi politik di media penyiaran.
Pasca pemilu, media sering kali digunakan untuk membangun opini yang memperkuat legitimasi politik pemenang atau bahkan sebagai alat penggiring opini oleh pihak yang merasa dirugikan. Di Jawa Barat, dengan dinamika politiknya yang tinggi, tekanan terhadap media lokal masih bisa terjadi, baik secara langsung maupun melalui intervensi ekonomi oleh pihak-pihak berkepentingan.
KPID Jawa Barat harus memastikan bahwa penyiaran tetap menjadi ruang yang netral dan tidak menjadi alat propaganda berkepanjangan. Transparansi dalam pengambilan keputusan menjadi kunci menjaga kepercayaan publik. KPID juga harus memperkuat pengawasan terhadap program-program opini publik untuk memastikan keberimbangan sudut pandang yang dihadirkan.
Selain itu, penting untuk mencegah intervensi non-politis, seperti tekanan dari kelompok ekonomi besar atau pemilik media yang memiliki agenda tertentu. Dalam era pasca pemilu yang biasanya diiringi dengan intensifikasi pembangunan daerah, KPID harus memastikan bahwa media penyiaran tetap menjalankan fungsi kontrol sosialnya secara seimbang.
Kearifan Lokal
Sebagai provinsi dengan kekayaan budaya yang luar biasa, Jawa Barat memiliki potensi besar untuk menjadikan kearifan lokal sebagai bagian integral dari industri penyiaran. Namun, hingga kini, konten lokal berbasis budaya Sunda masih minim mendapat perhatian. Laporan dari KPID Jawa Barat pada 2023 menyebutkan bahwa hanya 18% dari total program televisi lokal yang mengangkat tema budaya Sunda.
Komisioner baru memiliki tugas penting untuk mendorong pelaku penyiaran agar lebih mengangkat nilai-nilai lokal. Salah satu langkah konkret adalah dengan memberikan penghargaan tahunan bagi program televisi dan radio yang berhasil mengangkat nilai budaya lokal secara kreatif. Selain itu, KPID dapat memfasilitasi kreator konten lokal untuk mendapatkan akses ke platform penyiaran, baik televisi maupun radio, guna memastikan keberlanjutan budaya lokal di tengah arus globalisasi.
Penyiaran dan Demokrasi
Di era disrupsi digital, tantangan bagi KPID bukan hanya soal regulasi dan pengawasan, tetapi juga bagaimana mereka berkontribusi terhadap penguatan demokrasi. Penyiaran yang sehat adalah pilar demokrasi yang memberikan ruang bagi diskursus publik yang berkualitas. Namun, tanpa pengawasan yang ketat, penyiaran justru berpotensi menjadi alat manipulasi opini publik.
Jawa Barat, dengan jumlah penduduk terbesar, memegang peran penting dalam menentukan arah demokrasi Indonesia. Komisioner KPID harus memastikan bahwa media penyiaran di provinsi ini tidak hanya menjadi alat propaganda, tetapi juga sarana untuk memperkuat nilai-nilai demokrasi, termasuk dengan menyediakan ruang bagi suara-suara minoritas yang sering kali terabaikan.
Harapan Publik
Pekerjaan rumah yang dihadapi KPID Jawa Barat periode 2024–2027 memang tidak ringan. Mulai dari pengawasan konten, penguatan regulasi, hingga menjaga independensi di tengah tekanan politik dan ekonomi, semua membutuhkan integritas, visi yang jelas, serta kemampuan beradaptasi dengan perubahan zaman.
Namun, dengan pendekatan berbasis data, keterbukaan terhadap kritik, dan kolaborasi. Dengan berbagai pihak, KPID Jawa Barat memiliki peluang besar untuk menjadi model bagi daerah lain. Komisioner baru perlu menyadari bahwa mereka bukan hanya pengawas penyiaran, tetapi juga penggerak transformasi di era digital. Dengan begitu, mereka dapat memastikan bahwa penyiaran di Jawa Barat benar-benar menjadi sarana yang mencerdaskan, mendidik, dan memperkuat nilai-nilai lokal di tengah era globalisasi. Selamat Bekerja, Holopis Kuntul Baris! (han)