WWW.PASJABAR.COM — Perusahaan keamanan asal Amerika Serikat, UG Solutions, merekrut 96 tentara bayaran yang merupakan veteran pasukan khusus. Mereka ditempatkan di pos pemeriksaan di Jalur Gaza selama gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Menurut juru bicara UG Solutions, para tentara bayaran ini bertugas mengelola pos pemeriksaan kendaraan di persimpangan utama di pedalaman Gaza. Mereka akan memeriksa kendaraan yang melintas, tetapi tidak memiliki tugas lain di luar itu.
“[Misi utama mereka] adalah manajemen pos pemeriksaan kendaraan internal dan inspeksi kendaraan. Kami hanya fokus pada kendaraan,” ujar juru bicara UG Solutions melalui email kepada Reuters, Jumat (31/1).
Para veteran yang direkrut oleh UG Solutions ditawari bayaran yang menggiurkan, yakni US$1.000 per hari (sekitar Rp16 juta), dengan uang muka US$10.000 (sekitar Rp162 juta). Beberapa dari mereka sudah mulai bertugas, meskipun perusahaan enggan mengungkap jumlah pasti yang telah dikerahkan.
Dibekali Senjata, Tapi Peran Mereka Masih Misterius
Meskipun perusahaan tidak merinci alasan perekrutan veteran pasukan khusus, dokumen yang ditinjau Reuters mengungkapkan bahwa kontraktor UG Solutions akan dibekali senapan M4 dan pistol Glock. Selain itu, mereka juga mendapat instruksi kapan diperbolehkan menembak, meski juru bicara UG Solutions menolak memberikan komentar lebih lanjut mengenai hal ini.
“Kami punya hak untuk membela diri,” ujarnya singkat.
UG Solutions sendiri adalah perusahaan keamanan swasta yang baru berdiri pada 2023 dan berbasis di Davidson, North Carolina. Mereka kini disebut-sebut memiliki peran dalam pengamanan selama gencatan senjata di Gaza.
Kontroversi Tentara Bayaran di Zona Konflik
Menteri Luar Negeri Israel Sharren Haskel sebelumnya menegaskan bahwa pemerintahnya ingin kesepakatan gencatan senjata mencakup penggunaan perusahaan keamanan swasta. Namun, ia tidak menyebut UG Solutions atau keterlibatan AS secara spesifik.
Perusahaan ini dikabarkan bekerja sama dengan pasukan keamanan Mesir dalam menjaga stabilitas Gaza, terutama dalam mengamankan arus bantuan kemanusiaan. Beberapa saksi mata menyebut personel keamanan Mesir di pos pemeriksaan bertugas memeriksa kendaraan untuk mencari senjata tersembunyi.
Namun, penggunaan tentara bayaran AS di zona konflik bukan tanpa catatan kelam. Pada 2007, insiden yang melibatkan kontraktor Blackwater di Irak memicu kemarahan publik setelah mereka menembak mati 14 warga sipil di Baghdad. Kasus ini menjadi pengingat bahwa keberadaan tentara bayaran di wilayah perang dapat menimbulkan risiko besar, baik bagi warga sipil maupun stabilitas kawasan.
Hingga kini, Kementerian Luar Negeri AS, Israel, Mesir, dan Hamas belum memberikan tanggapan resmi terkait pengaturan keamanan ini.