BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Menjelang bulan suci Ramadan, berbagai tradisi khas dari berbagai daerah di Indonesia mulai menjadi sorotan dan alah satunya adalah tradisi Munggahan.
Munggahan berasal dari masyarakat Sunda di Jawa Barat. Tradisi ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam menyambut datangnya bulan puasa.
Namun, apa sebenarnya Munggahan itu?
Asal Usul dan Makna Munggahan
Istilah “Munggahan” berasal dari bahasa Sunda yang berarti “naik” atau “menaikkan.”
Secara filosofis, istilah ini melambangkan peningkatan kualitas ibadah serta kesiapan spiritual sebelum memasuki bulan Ramadan.
Bagi masyarakat Sunda, Munggahan menjadi momen untuk membersihkan diri secara lahir dan batin. Agar dapat menjalani ibadah puasa dengan hati yang suci dan penuh keikhlasan.
Munggahan umumnya dilakukan beberapa hari sebelum bulan puasa dimulai.
Kegiatan yang dilakukan pun beragam, namun semuanya bertujuan mempererat tali silaturahmi dan mempersiapkan diri menyambut Ramadan.
Beberapa kegiatan khas dalam Munggahan antara lain:
- Makan Bersama (Botram)
Keluarga besar atau komunitas berkumpul untuk menikmati hidangan bersama. Momen ini menjadi ajang kebersamaan dan berbagi kebahagiaan sebelum menjalani ibadah puasa. - Ziarah ke Makam Leluhur
Mengunjungi makam keluarga atau kerabat yang telah berpulang sebagai bentuk penghormatan dan doa bagi mereka. Kegiatan ini juga menjadi pengingat akan kehidupan yang fana serta pentingnya mempersiapkan diri untuk akhirat. - Saling Memaafkan
Sebelum memasuki bulan Ramadan, masyarakat saling bermaafan untuk membersihkan hati dari segala kesalahan, sehingga ibadah puasa dapat dijalani dengan ketenangan dan kekhusyukan.
Seiring waktu, pelaksanaan tradisi Munggahan mengalami perubahan.
Jika dahulu tradisi ini hanya dilakukan dalam lingkup keluarga atau desa, kini pelaksanaannya semakin luas. Termasuk di lingkungan kerja, sekolah, maupun komunitas lainnya.
Meskipun bentuk dan tempat pelaksanaannya berbeda, nilai utama dari Munggahan sebagai momen kebersamaan dan persiapan spiritual tetap terjaga.
Selain itu, perkembangan teknologi dan media sosial juga memberikan pengaruh.
Banyak orang membagikan momen Munggahan mereka melalui platform digital. Sehingga tradisi ini semakin dikenal luas dan diapresiasi oleh berbagai kalangan.
Saat ini, tradisi Munggahan tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Sunda, tetapi juga mulai diadopsi oleh masyarakat dari daerah lain.
Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai dalam Munggahan, seperti kebersamaan, saling memaafkan, dan persiapan spiritual, bersifat universal dan relevan bagi siapa saja.
Beberapa komunitas bahkan mengemas Munggahan dengan kegiatan sosial. Seperti berbagi dengan kaum dhuafa, membersihkan lingkungan, atau mengadakan pengajian bersama.
Dengan cara ini, Munggahan tidak hanya menjadi momen refleksi diri tetapi juga aksi nyata dalam membantu sesama. (han)