BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menegaskan komitmennya dalam menjaga kelestarian Hutan Kota Babakan Siliwangi (Baksil) sekaligus mencari solusi terbaik terkait keberadaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di kawasan tersebut.
Pada Senin (24/3/2025), Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, turun langsung meninjau lokasi dan berdialog dengan seniman, serta budayawan. Yang merasa keberadaan TPST di Babakan Siliwangi mengganggu fungsi ruang berkesenian dan konservasi alam.
Farhan menekankan bahwa keberadaan TPST masih sangat diperlukan. Terutama dalam menghadapi lonjakan volume sampah menjelang Lebaran.
Namun, ia juga memahami kekhawatiran seniman dan budayawan. Yang menilai TPST dapat mengurangi nilai estetika dan fungsi ekologi Baksil.
“Sebagai pengelola kota, saya harus membaca dan menangkap kegelisahan masyarakat. Para seniman dan budayawan melihat Baksil sebagai rumah berkarya, berekspresi, dan berkontemplasi,” ujarnya.
“Maka, ketika ada TPST yang dianggap mengganggu, tentu ini menjadi perhatian kami. Kunjungan saya ke sini bertujuan agar kita memiliki pemahaman yang sama, berada dalam satu frekuensi,” imbuhnya.
Farhan menegaskan bahwa solusi jangka panjang akan dicari. Agar pengelolaan sampah tidak bertentangan dengan fungsi hutan kota.
“Dalam lingkungan sebagus ini, harus ada upaya pengolahan sampah yang lebih berbudaya. Kita harus memikirkan inovasi agar pengelolaan sampah tetap berjalan. Tanpa mengorbankan estetika dan keberlanjutan lingkungan,” lanjutnya.
Sebagai bentuk keterlibatan dalam dialog kreatif, Farhan bahkan diajak oleh seniman Tisna Sanjaya untuk membuat sketsa yang merepresentasikan isu ini.
Ia pun berjanji akan terus berkomunikasi dengan seniman dan masyarakat guna mencari solusi terbaik.
“Saya sengaja memberi tanggal pada sketsa ini sesuai dengan hari ini. Sebagai bentuk komitmen bahwa tahun ini kita akan berupaya memperbaiki bersama,” tambahnya.
Sementara itu, seniman Tisna Sanjaya menyuarakan keresahannya terhadap dampak keberadaan TPST. Yang dinilai mengganggu nilai budaya dan sejarah kawasan tersebut.
“Baksil ini bagian dari budaya dan sejarah Sunda. Sampah harus ditempatkan di lokasi yang lebih sesuai, bukan di sini,” katanya.
Mengenai TPST Baksil
Di sisi lain, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung, Dudi Prayudi, mengungkapkan bahwa TPST Babakan Siliwangi saat ini mampu mengolah sekitar 5 ton sampah per hari. Dengan sebagian diolah menjadi Refuse-Derived Fuel (RDF) untuk industri tekstil.
Namun, kapasitas ini masih jauh dari cukup untuk menangani produksi sampah kota yang mencapai 1.000 ton per hari.
“Kami menyadari bahwa kapasitas TPST di sini masih jauh dari cukup. Saat ini, baru sekitar 30 persen dari total sampah yang bisa kami olah di berbagai TPST yang ada di Bandung. Sisanya masih harus dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), yang tentu memiliki keterbatasan daya tampung,” jelasnya.
Dudi juga menyoroti tantangan dalam pengelolaan sampah yang semakin besar menjelang Lebaran. Ketika volume sampah mengalami peningkatan signifikan.
“Setiap tahun, tren sampah selalu meningkat menjelang Lebaran. Ini tantangan bagi kami, karena selain keterbatasan TPST, kapasitas pengolahan di TPA juga terbatas. Oleh karena itu, kami harus mencari solusi alternatif agar sampah tidak menumpuk dan menciptakan dampak lingkungan yang lebih buruk,” katanya.
Saat ini, Kota Bandung memiliki lima TPST yang beroperasi, yakni di Babakan Siliwangi, Tegallega, Nyengseret, Cicukang, dan Gedebage.
“Kami tidak bisa langsung menutup TPST ini begitu saja, karena saat ini perannya masih sangat krusial. Tapi ke depan, kami akan mencari solusi yang lebih baik, baik dalam hal lokasi maupun teknologi pengolahan sampahnya,” pungkasnya. (put)