BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Prof Coffee bukan sekadar nama kedai kopi. Di balik nama tersebut, tersimpan filosofi yang kuat tentang profesionalisme dan semangat untuk terus belajar, berinovasi, serta meraih pencapaian tertinggi.
Menariknya, ide mendirikan Prof Coffee justru muncul dari gagasan sederhana anak seorang profesor.
Hal ini diungkapkan oleh Prof. Dr. T. Subarsyah, S.H., S.Sos., Sp-1., M.M., Ketua Bidang Politik dan Hukum Pengurus Besar Paguyuban Pasundan, sekaligus Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Pasundan, saat ditemui dalam wawancara khusus.
“Anak saya mengatakan bahwa Prof Coffee itu bukan hanya merujuk pada gelar profesor. Tapi juga mencerminkan cara menyusun komposisi kopi secara proporsional. Kata ‘prof’ mencerminkan dua hal: profesional dalam penyajian dan pelayanan, serta aspirasi menuju gelar tertinggi seperti profesor dalam dunia pendidikan,” ujarnya.
DIjalankan oleh Anak muda
Prof. Coffee pertama kali hadir di kawasan Sersan Bajuri, Bandung Barat, dan kini telah berkembang hingga membuka cabang di Brebes, Tegal, dan Kota Bandung.
Yang menarik, seluruh kegiatan operasionalnya dijalankan oleh kalangan muda, mulai dari siswa SMA, mahasiswa, hingga lulusan sarjana.
Menurut Prof. Subarsyah, hal ini menjadi bagian dari upaya menumbuhkan jiwa kewirausahaan dan kemandirian ekonomi sejak dini.
“Tujuannya bukan sekadar bisnis, tapi sebagai ruang belajar, tempat tumbuh bersama, dan wadah kolaborasi. Modelnya semacam franchising pertemanan—bukan bisnis murni—agar semua yang bergabung bisa mengembangkan usahanya sendiri dengan branding yang sama,” jelasnya.
Konsep menu di Prof. Coffee pun tak kalah unik. Menu dan harga disusun bukan dari dapur. Melainkan berdasarkan hasil diskusi dengan pelanggan, khususnya mahasiswa.
Harga yang Terjangkau
Di kawasan kampus, menu disesuaikan dengan kondisi finansial mahasiswa.
“Kami punya varian seperti Kopi Sarjana, yang harganya tak lebih dari Rp10 ribu, untuk memotivasi mahasiswa agar punya cita-cita jadi sarjana. Ada juga Kopi Magister, kopi pahit tanpa gula, sebagai simbol perjuangan tingkat lanjut. Sementara Kopi Doktor hadir lebih lengkap dan sedikit lebih mahal, tapi tetap terjangkau,” terang Prof. Subarsyah.
Selain minuman, tersedia pula menu makanan murah seperti nasi dengan topping telur atau kornet, dengan harga maksimal Rp10 ribu.
Paduan topping lengkap dibanderol hanya Rp12 ribu, ditambah sayur lodeh yang jadi favorit mahasiswa.
Nasi pun bisa diambil sepuasnya, memberi keleluasaan bagi pelanggan yang ingin makan kenyang dengan biaya terbatas.
Namun menurut Prof. Subarsyah, nilai lebih Prof. Coffee justru terletak pada fungsi sosialnya.
Tempat ini tidak hanya untuk makan atau minum kopi. Tapi menjadi ruang bersama bagi mahasiswa untuk mengerjakan tugas, berdiskusi, merayakan ulang tahun, hingga berkegiatan kolektif lainnya.
“Bagi saya, ini bukan sekadar tempat makan atau ngopi. Ini adalah sekretariat bersama bagi para mahasiswa dan cendekiawan muda, tempat di mana pemikir masa depan bangsa bisa tumbuh bersama,” pungkasnya. (han)