Bandung, www.pasjabar.com — Djuanda Kartawidjaja merupakan salah satu tokoh nasional paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Lahir di Tasikmalaya pada 14 Januari 1911, ia dikenal luas sebagai Perdana Menteri terakhir Republik Indonesia (1957–1959) sebelum sistem pemerintahan beralih ke demokrasi terpimpin.
Dikenal sebagai pribadi yang cerdas, sederhana, dan berdedikasi tinggi, Djuanda adalah arsitek utama Deklarasi Djuanda yang memperjuangkan kedaulatan laut Indonesia hingga 12 mil dari garis pantai, menjadikan wilayah laut Indonesia jauh lebih luas secara hukum internasional.
Namun tak banyak yang tahu, sebelum menjadi tokoh besar di panggung nasional, Djuanda tumbuh dan berkembang dalam lingkungan kultural Sunda yang kuat, salah satunya melalui peran Paguyuban Pasundan.
Koneksi Kuat Djuanda dengan Paguyuban Pasundan
Sebagai putra daerah yang berakar dari masyarakat Sunda, Djuanda memiliki hubungan erat dengan Paguyuban Pasundan, organisasi etnis-budaya yang berdiri sejak 1913 di Bandung. Sejak muda, ia aktif dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh paguyuban ini, terutama di bidang pendidikan dan sosial kemasyarakatan.
Paguyuban Pasundan pada masa itu bukan sekadar wadah budaya, melainkan juga tempat berkumpulnya para pemuda Sunda yang memiliki semangat nasionalisme tinggi.
Djuanda dikenal sebagai anggota yang aktif dan menjadikan prinsip-prinsip luhur Pasundan—seperti “sabilulungan” (gotong royong) dan “ngamumule budaya” (melestarikan budaya)—sebagai nilai dasar dalam kiprah politik dan kenegaraannya.
Pendidikan, Etnisitas, dan Nasionalisme dalam Sosok Djuanda
Jejak keterlibatan Djuanda di Paguyuban Pasundan membentuk pandangan luasnya mengenai pentingnya pendidikan sebagai jalan kemajuan bangsa. Hal ini selaras dengan misi utama Paguyuban Pasundan dalam mendirikan berbagai lembaga pendidikan berbasis budaya Sunda.
Djuanda menyadari bahwa untuk mengangkat harkat masyarakat Sunda (dan Indonesia secara umum), pendidikan harus dikembangkan secara inklusif, kontekstual, dan terjangkau.
Pandangan ini kelak menjadi dasar bagi kebijakan-kebijakan strategisnya di bidang infrastruktur, ekonomi, dan maritim.
Kecintaannya pada budaya Sunda juga tampak dari berbagai pernyataannya yang kerap mengangkat pentingnya mempertahankan identitas lokal dalam pembangunan nasional.
Warisan Pemikiran Djuanda dan Peran Paguyuban Pasundan Kini
Warisan Djuanda bukan hanya pada peta maritim Indonesia, tetapi juga pada nilai-nilai kepemimpinan yang berpijak pada akar budaya dan berorientasi pada kemajuan bersama.
Paguyuban Pasundan pun terus mengenang kontribusinya dengan menjadikan sosok Djuanda sebagai teladan generasi muda Sunda.
Dalam berbagai kesempatan, tokoh-tokoh Paguyuban Pasundan menyebut Djuanda sebagai “putra terbaik Tatar Sunda” yang berhasil menjembatani nilai kedaerahan dengan semangat kebangsaan.
Tak heran jika namanya diabadikan di berbagai institusi pendidikan, jalan protokol, hingga bandar udara internasional (Bandara Internasional Djuanda di Surabaya).
Referensi:
-
Suhendar, Edi. Tokoh Sunda dan Perannya dalam Sejarah Indonesia. Bandung: Unpas Press, 2021.
-
Website Resmi Paguyuban Pasundan: https://paguyubanpasundan.or.id
-
Ensiklopedia Tokoh Indonesia: Djuanda Kartawidjaja – https://tokoh.id
-
Kompas.com: “Mengenang Djuanda Kartawidjaja, Bapak Deklarasi Laut Indonesia”, 14 Januari 2022.












