BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM— “1984 bukan sekadar cerita fiksi. Ia adalah alarm moral tentang bagaimana bahasa, sejarah, dan pikiran bisa dijadikan senjata.”
— Syamsi Muhamad Ramdani
Pada Kamis (31/7/2025), Komunitas Sindikasi Aksara kembali menggelar sesi Bedah Buku ke-7 melalui siaran langsung Instagram. Kali ini, yang dibedah adalah 1984, novel legendaris karya George Orwell, bersama narasumber Syamsi Muhamad Ramdani dan host Siti Nuzulia Astiti Purwanto.
Dalam dunia fiktif yang diciptakan Orwell, masyarakat hidup dalam cengkeraman totalitarianisme. Negara, yang dikendalikan oleh “Big Brother”, mengatur segalanya mulai dari bahasa, informasi, hingga isi pikiran warganya.
Tokoh utama, Winston Smith, berusaha melawan sistem, meski hanya melalui pikiran dan kenangan yang pelan-pelan dikikis.
Menurut Syamsi, Orwell bukan sedang mengampanyekan liberalisme, tapi mengirimkan peringatan keras tentang bahaya ekstremisme kekuasaan.
Ia menyoroti bagaimana penguasa bisa membentuk persepsi publik dengan cara mengatur narasi sejarah dan memanipulasi bahasa. “Who controls the past controls the future; who controls the present controls the past”—sebuah kutipan yang, menurut banyak peserta, sangat relevan dengan kondisi saat ini.
Interaksi dengan peserta diskusi pun sangat dinamis. Banyak yang menilai bahwa 1984 terasa begitu dekat dengan kenyataan: pengawasan massal, polarisasi media, hingga fleksibilitas kebenaran yang bisa “dinegosiasikan”.
Orwell memang menulis fiksi, tapi banyak yang merasa kini kita tengah menghidupi sebagian kenyataannya.
Sebagian besar poin-poin penting dari diskusi ini telah dirangkum dalam resume singkat. Namun untuk pengalaman penuh, siaran ulang dapat disaksikan melalui reels Instagram @sindikasi.aksara
(tiwi)