BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM— Atlantis, sebuah kata yang seakan selalu hidup di batas tipis antara mitos dan kenyataan. Plato menuliskannya lebih dari dua ribu tahun lalu dalam Timaeus dan Critias. Sebagian orang menganggapnya dongeng belaka, sementara yang lain percaya ada kebenaran sejarah yang tersembunyi.
Pertanyaan itu kembali mengemuka dalam Bedah Buku #10 Kamisan Aksara (KamSara) yang menghadirkan karya Dr. Danny Hilman Natawidjaja berjudul Plato Tidak Bohong.
Acara yang berlangsung Kamis, (28/8/2025) menghadirkan Nadya Gadzali sebagai narasumber dengan Siti Nuzulia AP sebagai host.
Diskusi ini bukan hanya membuka halaman buku, tetapi juga membuka horizon baru: bagaimana legenda kuno dapat dipertemukan dengan sains modern—geologi, arkeologi, hingga geofisika.
Dalam bukunya, Dr. Danny Hilman mengaitkan narasi Plato tentang benua yang tenggelam dengan konsep Sundaland—daratan purba Asia Tenggara yang hilang 11.600 tahun lalu di akhir Zaman Es. Di titik inilah, mitos bertemu sains.
Gunung Padang di Cianjur, yang disebut-sebut sebagai situs megalitikum terbesar di Asia Tenggara, diduga menjadi monumen kunci jejak peradaban kuno yang bisa jadi terkait dengan Atlantis.
“Sundaland adalah daratan purba Asia Tenggara yang tenggelam di akhir Zaman Es. Wilayah ini diyakini menyimpan jejak awal peradaban manusia,” jelas Nadya dalam sesi tanya jawab.
Pandangan ini menantang kerangka sejarah yang selama ini kita kenal. Apakah mungkin peradaban Nusantara sudah ada jauh sebelum catatan sejarah resmi? Ataukah ini hanyalah tafsir berani yang masih menunggu bukti lebih lanjut?
Antara Skeptisisme dan Keberanian
Diskusi KamSara malam itu bergerak di antara dua kutub: skeptisisme akademik dan keberanian menafsir ulang masa lalu. Mitos Atlantis yang biasanya hanya menghiasi pop culture atau teori konspirasi, kini mendapat tempat dalam percakapan ilmiah yang serius.
Bagi peserta, bedah buku ini bukan sekadar wacana, melainkan undangan untuk berpikir ulang tentang siapa kita, dari mana kita berasal, dan apa makna tanah yang kita pijak.
“Sejarah bukan hanya yang tertulis, tetapi juga tentang bagaimana kita menghargai budaya sejak zaman purba,” kata host Siti Nuzulia menutup diskusi.
Atlantis, dalam diskusi ini, tak lagi hadir sebagai kisah negeri yang hilang di seberang laut. Ia menjadi cermin yang memperlihatkan kemungkinan: bahwa Nusantara menyimpan rahasia jauh lebih tua, lebih besar, dan lebih dalam dari yang kita bayangkan.
Satu hal jelas: legenda bisa menjadi pintu masuk. Pintu untuk menyelami pertemuan antara ilmu pengetahuan, imajinasi, dan identitas. Dan dari teks Plato hingga batu-batu Gunung Padang, mungkin sejarah Atlantis bukan hanya milik dunia—melainkan juga milik kita.
Kamisan Aksara akan kembali hadir dengan diskusi-diskusi menarik setiap pekan. Ikuti informasi terbaru melalui @sindikasi.aksara dan jangan lewatkan perjalanan intelektual berikutnya. (tiwi)












