Bandung, www.pasjabar.com — Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, mendatangi Universitas Islam Bandung (Unisba) pada Kamis sore. Kedatangannya dilakukan setelah insiden penembakan gas air mata yang mengarah ke area kampus oleh aparat kepolisian pada Senin malam sebelumnya.
Pigai ingin memastikan kondisi kampus pasca-kericuhan serta menegaskan bahwa negara menjamin kebebasan akademik bagi mahasiswa dan civitas akademika.
Dalam kunjungannya, Pigai berinteraksi dengan pihak kampus serta memantau langsung situasi Unisba.
Ia menegaskan pentingnya menjaga ruang akademik dari tindakan represif yang bisa mengganggu iklim demokrasi di Indonesia.
Penegasan Kebebasan Akademik dan Mimbar Demokrasi
Natalius Pigai menekankan bahwa kampus memiliki peran penting sebagai ruang bebas berpikir dan menyampaikan pendapat.
Menurutnya, kebebasan akademik dan mimbar akademik merupakan salah satu fondasi demokrasi yang harus dijaga bersama.
“Mahasiswa tidak boleh kehilangan ruangnya untuk berdiskusi, menyampaikan kritik, dan berinovasi. Itu adalah bagian dari hak asasi manusia yang tidak bisa dibatasi,” ujarnya.
Pigai juga menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menjaga hak-hak tersebut agar kampus tetap menjadi pusat lahirnya gagasan kritis dan solutif bagi bangsa.
Kondisi Pasca Insiden Gas Air Mata
Dalam peninjauannya, Menteri HAM tidak menemukan adanya kerusakan fasilitas di lingkungan Universitas Islam Bandung akibat penembakan gas air mata.
Namun, ia menyesalkan adanya kepanikan yang dialami mahasiswa saat kejadian berlangsung.
Seperti diketahui, insiden penembakan gas air mata tidak hanya terjadi di Unisba, tetapi juga di Universitas Pasundan (Unpas).
Aparat kepolisian melepaskan tembakan gas air mata yang mengakibatkan kepanikan di kalangan mahasiswa.
Sebanyak 12 mahasiswa dilaporkan pingsan akibat terpapar gas, sementara petugas keamanan kampus menemukan 48 selongsong gas air mata di sekitar area kampus Unpas dan Unisba.
Reaksi Publik dan Harapan ke Depan
Peristiwa ini menuai perhatian publik, terutama kalangan akademisi dan pegiat HAM. Banyak pihak yang menilai penggunaan gas air mata di area kampus berpotensi melanggar prinsip hak asasi manusia dan merusak citra demokrasi di Indonesia.
Natalius Pigai berharap agar aparat lebih mengedepankan pendekatan persuasif ketika menghadapi aksi mahasiswa.
Ia menegaskan bahwa tindakan represif hanya akan memperburuk keadaan dan merugikan generasi muda yang seharusnya dilindungi.
“Kampus adalah tempat menumbuhkan demokrasi, bukan tempat untuk menebar rasa takut,” tegasnya.
Pigai menutup kunjungannya dengan menyerukan pentingnya dialog antara aparat, mahasiswa, dan pihak kampus agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. (Uby)












