BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) bersama Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak DPR dan pemerintah segera menyusun undang-undang baru tentang Cipta Ketenagakerjaan sesuai amanat Mahkamah Konstitusi (MK).
Para buruh menekankan agar regulasi UU Cipta Ketenagakerjaan tersebut dapat disahkan sebelum pengumuman penetapan upah minimum 2026 yang dijadwalkan pada 30 November mendatang.
Ketua KSPSI, Roy Jinto, dalam pernyataannya di Kota Bandung, Kamis (18/9/2025), menegaskan bahwa buruh sudah tidak bisa lagi menunggu.
“UU baru harus segera dibahas dan disahkan. Kami menolak sistem outsourcing yang jelas-jelas menindas kaum buruh. Itu harus dihapus dalam undang-undang yang baru,” tegasnya.
Roy menjelaskan, keberadaan sistem outsourcing membuat pekerja berada dalam posisi rentan, karena status kerja tidak jelas dan hak-hak buruh sering terabaikan.
Selain itu, buruh juga menilai pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja yang berlaku saat ini lebih berpihak kepada kepentingan pemodal dibanding kesejahteraan pekerja.
Desakan ini juga terkait dengan kepastian penetapan upah minimum 2026. Para buruh khawatir jika undang-undang baru belum disahkan, maka kebijakan upah kembali merugikan pekerja dan menurunkan daya beli masyarakat.
“Upah minimum harus dihitung berdasarkan kebutuhan riil pekerja, bukan semata-mata inflasi dan pertumbuhan ekonomi. UU baru harus memastikan hal itu,” lanjut Roy.
KSPSI dan KSPI mengancam akan menggelar aksi unjuk rasa turun ke jalan jika DPR dan pemerintah belum juga merespons tuntutan tersebut.
“Kalau sampai November belum ada kepastian, kami akan turun aksi besar-besaran,” kata Roy.
Dengan tekanan ini, buruh berharap pemerintah dan DPR bergerak cepat. Untuk menindaklanjuti amar putusan MK terkait UU Cipta Kerja dan memastikan regulasi yang lahir benar-benar melindungi pekerja di Indonesia. (uby)










