WWW.PASJABAR.COM – Langit kawasan Samudra Pasifik menjadi panggung fenomena kosmik langka pada Minggu, (21/9/2025), sebuah gerhana matahari sebagian berlangsung ketika Bulan melintas di depan Matahari, menciptakan sabit bercahaya yang memikat jutaan pasang mata.
Namun, masyarakat Indonesia dipastikan tidak bisa menyaksikan langsung peristiwa alam ini. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa wilayah Nusantara tidak dilalui lintasan bayangan Bulan.
“Fenomena ini hanya dapat diamati dari beberapa kawasan di belahan bumi selatan, sementara Indonesia tidak berada pada jalur gerhana,” tulis BMKG dalam keterangan resminya.
Wilayah yang Bisa Menyaksikan Gerhana
Menurut BMKG, gerhana matahari sebagian 21 September 2025 dapat terlihat dari:
-
Selandia Baru
-
Kepulauan Mikronesia
-
Sebagian wilayah Australia Timur
-
Kawasan Samudra Pasifik Selatan
-
Daerah sekitar Antartika, dengan cakupan terbesar hingga 85 persen.
Di Indonesia, masyarakat hanya bisa menikmati fenomena ini melalui siaran langsung (live streaming) yang biasanya disediakan lembaga astronomi internasional.
Jadwal Gerhana
Berdasarkan waktu universal (UT), gerhana sebagian ini dimulai pukul 17.29.31, mencapai puncak pada 19.41.43, dan berakhir pukul 21.53.33.
Jika dikonversi ke Waktu Indonesia Barat (WIB), maka gerhana berlangsung pada Senin dini hari, 22 September 2025, mulai sekitar pukul 00.29 WIB hingga 04.53 WIB, dengan puncak terjadi sekitar pukul 02.41 WIB.
Gerhana dari Langit Selandia Baru
Siaran langsung dari lembaga Time and Date memperlihatkan momen pertama gerhana di ufuk timur Selandia Baru. Matahari yang baru terbit perlahan tertutup bayangan Bulan dari kiri ke kanan.
Astronom dari Dunedin Astronomical Society berhasil mengabadikan detik-detik saat langit tampak dramatis, dengan piringan Matahari berubah menjadi sabit emas.
Di Dunedin, sekitar 70 persen permukaan Matahari tertutup saat fase puncak. Para pengamat menyebut momen tersebut sebagai salah satu penampakan gerhana paling indah dalam dekade terakhir.
Mengapa Indonesia Tak Bisa Menyaksikan?
Tidak terlihatnya fenomena ini dari Indonesia disebabkan posisi geografis Nusantara yang tidak dilalui bayangan Bulan. Orbit Bulan yang miring terhadap orbit Bumi membuat tidak setiap fase Bulan baru menghasilkan gerhana.
Fenomena gerhana matahari sendiri terjadi ketika Bulan berada tepat di antara Bumi dan Matahari dalam satu garis lurus.
Bayangan Bulan kemudian jatuh ke permukaan Bumi, membentuk umbra (bayangan gelap), penumbra (bayangan samar), dan antumbra. Hanya wilayah yang berada di jalur bayangan itulah yang dapat menyaksikan gerhana.
Catat Fenomena Berikutnya
Bagi pemburu langit, jangan berkecil hati. Fenomena berikutnya adalah gerhana matahari cincin pada 17 Februari 2026.
Peristiwa ini bisa diamati dari Afrika bagian selatan hingga Antartika. Berbeda dengan gerhana total, gerhana cincin terjadi saat Bulan berada lebih jauh dari Bumi sehingga tampak lebih kecil. Hasilnya, Matahari terlihat seperti cincin cahaya tipis yang dijuluki ring of fire.
Tips Aman Menyaksikan Gerhana
Para astronom mengingatkan agar masyarakat tidak menatap Matahari secara langsung tanpa pelindung. Gunakan kacamata khusus gerhana, filter teleskop yang aman, atau metode proyeksi. Bagi fotografer, penggunaan filter ND menjadi wajib agar hasil tangkapan kamera tetap aman dan menawan. (han)









