BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM – Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia bersama Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas) menggelar diskusi publik bertema “Penguatan Komisi Yudisial Melalui Advokasi Perubahan Kedua Rancangan Undang-Undang Komisi Yudisial Nomor 22 Tahun 2004”.
Acara ini berlangsung pada Sabtu (4/10/2025) pagi di Aula Mandalasaba Dr. Djoendjoenan, Pascasarjana Unpas, Jalan Sumatra No. 41, Kota Bandung.
Kehadiran Lintas Sektor

Kegiatan ini dihadiri beragam kalangan, mulai dari hakim, pejabat struktural dan pegawai KY, advokat, jaksa, perwakilan kepolisian, civitas akademika dari sejumlah perguruan tinggi di Bandung, organisasi masyarakat sipil (CSO), hingga media.
Kehadiran lintas sektor ini mencerminkan luasnya perhatian terhadap isu penguatan kelembagaan dan kewenangan KY yang sejak lama menjadi perdebatan di ranah hukum dan ketatanegaraan.
Sambutan Pascasarjana Unpas
Direktur Pascasarjana Unpas, Prof. Dr. H. Bambang Heru P., M.S., membuka acara tersebut dengan menyampaikan apresiasinya terhadap terselenggaranya forum tersebut.
“Diskusi ini diselenggarakan oleh Fakultas Hukum dan Komisi Yudisial. Intinya, tidak lain supaya Komisi Yudisial itu memiliki peran yang lebih, bukan hanya sekedar memberikan rekomendasi saja. Insya Allah dalam acara ini akan banyak masukan baik untuk membangun KY, dan tentu saja bagi Universitas Pasundan ini adalah kebanggaan. Mudah-mudahan ada solusi sehingga hukum kita bisa betul-betul berjalan sesuai harapan,” ujarnya ketika ditemui untuk wawancara.

Pemaparan Keynote Speaker
Sebagai keynote speaker, Anggota Komisi Yudisial sekaligus Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, Hukum, Penelitian, dan Pengembangan, Binziad Kadafi, S.H., LL.M., Ph.D., menyampaikan materi.
Yakni berjudul “Optimalisasi Kewenangan Komisi Yudisial dalam Rangka Menjaga dan Menegakkan Keluhuran serta Martabat Hakim”.
Ia menegaskan pentingnya memperkuat KY agar dapat menjalankan fungsinya secara efektif sebagai pengawas kekuasaan kehakiman yang merdeka.
“Agenda ini untuk mempertimbangkan ulang kewenangan dan susunan kelembagaan Komisi Yudisial. Lembaga ini lahir dari reformasi dan konstitusi sebagai penyeimbang kekuasaan kehakiman. Masalah krusial saat ini ada pada yurisdiksi, karena kewenangan pengawasan KY sering dianggap beririsan dengan Mahkamah Agung. Ini harus segera diselesaikan,” ungkap Binziad.
Ia juga menyoroti pentingnya jaminan imunitas bagi anggota KY. Menurutnya, di periode sebelumnya ada tiga komisioner yang pernah dikriminalisasi saat menjalankan tugasnya.
“Imunitas perlu diperkuat agar komisioner bisa lebih berani dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya,” tambahnya.

Selain itu, Binziad menekankan perlunya restrukturisasi kelembagaan KY agar lebih lincah, inovatif, dan mampu menjalankan fungsi teknis seperti pengawasan hakim dan seleksi hakim agung secara efektif.
Pandangan Para Narasumber
Dalam diskusi panel, sejumlah narasumber turut memberikan pandangan. Di antaranya, Prof. Dr. I Gede Pantja Astawa, S.H., M.H., Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran; Dr. Lidya Suryani Widayati, S.H., M.H., dari Badan Keahlian DPR RI; Dr. W.M. Herry Susilowati, S.H., M.H., dari Universitas Parahyangan; serta Dr. Samuel M.P. Hutabarat, S.H., M.Hum., perwakilan dari NGO.
Mereka membahas beragam aspek, mulai dari penguatan kewenangan KY, hubungan koordinatif dengan Mahkamah Agung, hingga bagaimana KY bisa meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Harapan dan Tindak Lanjut
Diskusi publik ini merupakan bagian dari upaya menyerap masukan akademisi, praktisi, aparat penegak hukum, dan masyarakat luas dalam proses advokasi perubahan kedua RUU Komisi Yudisial.
Harapannya, rekomendasi dari forum ini dapat memperkuat kelembagaan KY sehingga berkontribusi nyata dalam mewujudkan peradilan yang bersih, berintegritas, dan independen. (han)












