www.pasjabar.com — Kematian meninggalkan jejak yang nyaris tak terlihat— sinyal radioaktif yang berdetak layaknya jam alami. Jejak itulah yang memungkinkan manusia membaca usia bumi, menyingkap sejarah peradaban, bahkan mengungkap kejahatan yang telah lama terkubur.
Dari Limbah ke Revolusi Ilmu Pengetahuan
Pada pertengahan 1940-an, Willard Libby, seorang ahli kimia Amerika, memiliki gagasan yang terdengar mustahil: mencari karbon radioaktif di alam.
Ia menduga bahwa jika karbon-14 benar-benar ada, maka zat itu akan meluruh perlahan di tubuh makhluk yang telah mati—menjadi jam biologis alam semesta.
Namun, dunia sains kala itu skeptis. Karbon-14 hanya diketahui sebagai produk laboratorium. Libby pun memutuskan untuk mencari jejaknya di tempat yang tidak biasa: selokan kota Baltimore.
Dari gas metana limbah penduduk, Libby menemukan apa yang dicarinya. Karbon-14 benar-benar ada di alam.
Dan dari sana, lahirlah penanggalan radiokarbon—metode yang mengubah cara kita memahami waktu.
Membuka Kunci Masa Lalu Melalui Kematian
Penemuan Libby memungkinkan para ilmuwan menentukan usia pasti artefak dan sisa makhluk hidup hingga 50.000 tahun.
Teknik ini telah mengungkap usia Gulungan Laut Mati, menelusuri kapal kuno di makam Firaun Sesostris III, bahkan memecahkan misteri kerangka manusia berusia 34.000 tahun di Wales.
“Anda tak bisa memberi tahu siapa pun bahwa sinar kosmik bisa menuliskan sejarah manusia,” kata Libby, yang pada akhirnya menerima Hadiah Nobel Kimia 1960 atas temuannya.
Radiokarbon bukan sekadar alat ilmiah—ia adalah pembuka kunci masa lalu.
Dari Arkeologi hingga Menentukan Waktu Kematian
Teknologi ini kini menjangkau dunia forensik dan konservasi. Pada 1970-an, penanggalan radiokarbon membantu mengungkap kasus hilangnya seorang gadis bernama Laura Ann O’Malley di Amerika Serikat.
Dengan mengukur kadar karbon-14 dalam tulang, ilmuwan menentukan korban meninggal antara 1977–1984—tepat sesuai dengan catatan hilangnya sang gadis.
Ledakan uji coba nuklir pada 1950–1960-an juga menciptakan fenomena unik: “pulsa bom” karbon-14, yang kini menjadi alat superpresisi dalam menentukan waktu kematian hingga selisih satu tahun.
Teknik serupa bahkan menjerat penyelundup gading internasional, seperti Edouodji Emile N’Bouke, karena radiokarbon membuktikan gajah-gajah yang dibunuhnya mati setelah larangan perdagangan diberlakukan pada 1989.
Mengungkap Palsu, Menafsir Iklim
Di dunia seni, radiokarbon juga membongkar kepalsuan lukisan abad ke-19 yang ternyata dibuat pada 1980-an.
Dan di dunia iklim, ia menjadi penunjuk arah bagi ilmuwan untuk memahami perubahan atmosfer dan siklus bumi selama ribuan tahun.
Teknologi ini turut mendasari penelitian iklim global yang berkontribusi pada Hadiah Nobel Perdamaian 2007—dianugerahkan kepada IPCC dan Al Gore.
“Dengan radiokarbon, kita bisa menilai bagaimana bumi berubah dan memvalidasi model iklim masa depan,” kata Tim Heaton, profesor statistik terapan di Universitas Leeds.
Ancaman dari Bahan Bakar Fosil
Namun, jam alamiah ciptaan Libby kini menghadapi tantangan. Karbon dari bahan bakar fosil—yang sudah kehilangan karbon-14 karena berumur jutaan tahun—mengencerkan atmosfer bumi modern.
Profesor Heather Graven dari Imperial College London memperingatkan bahwa dalam skenario terburuk,
“Benda yang baru dibuat bisa memiliki komposisi radiokarbon sama seperti benda berusia 2.000 tahun.”
Artinya, penanggalan radiokarbon bisa kehilangan presisinya di masa depan.
Warisan Abadi Sebuah Ide Membaca Waktu Kematian
Meski kelak batasnya mungkin tergeser, warisan Willard Libby tetap abadi. Dari limbah kota Baltimore, ia menemukan cara membaca waktu dari kematian.
Sebuah penemuan yang menyatukan kimia, arkeologi, dan kemanusiaan dalam satu denyut atom kecil bernama karbon-14.
“Sinar kosmik bisa menuliskan sejarah manusia.” Kini, sejarah itu tak lagi misteri—ia berbicara dalam bahasa sains.
Fakta Singkat: Radiokarbon
-
Ditemukan: 1947 oleh Willard Libby
-
Usia maksimum yang bisa diukur: ±50.000 tahun
-
Sumber karbon-14: hasil tumbukan sinar kosmik dengan nitrogen di atmosfer
-
Penerapan: arkeologi, forensik, iklim, konservasi, seni, dan paleontologi











