WWW.PASJABAR.COM – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan bahwa meskipun kondisi iklim nasional pada 2026 diprakirakan berada dalam kategori normal, sejumlah wilayah di Indonesia masih berpotensi mengalami suhu udara relatif tinggi.
Kondisi ini perlu menjadi perhatian serius, terutama bagi pemerintah daerah dan masyarakat.
Dilansir dari ANTARA, Deputi Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, dalam konferensi pers bertajuk Climate Outlook 2026 di Jakarta, Selasa, menyampaikan bahwa terdapat beberapa wilayah dengan suhu rata-rata tahunan diperkirakan berada di atas 28 derajat Celsius.
Wilayah-wilayah tersebut dinilai berpotensi menghadapi dampak lanjutan terhadap kenyamanan dan kesehatan masyarakat.
Menurut Ardhasena, daerah yang diprediksi tetap mengalami suhu panas antara lain Sumatera bagian selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, pesisir utara Pulau Jawa, serta Papua Selatan.
Kondisi ini dipengaruhi oleh faktor topografi, kedekatan dengan wilayah pesisir, serta pola sirkulasi angin regional yang berkembang di kawasan tersebut.
Wilayah Dataran Tinggi Lebih Sejuk
Sementara itu, BMKG memperkirakan wilayah dataran tinggi akan memiliki suhu udara yang relatif lebih sejuk.
Beberapa kawasan seperti Pegunungan Bukit Barisan di Sumatera, Pegunungan Latimojong di Sulawesi. Serta Pegunungan Jayawijaya di Papua diprediksi memiliki suhu rata-rata berkisar antara 19 hingga 22 derajat Celsius.
BMKG menilai variasi suhu antarwilayah ini merupakan kondisi yang wajar, namun dampaknya tetap perlu diantisipasi. Ardhasena menjelaskan, suhu udara yang relatif tinggi dapat memengaruhi kenyamanan termal masyarakat, terutama di kawasan perkotaan dan pesisir yang padat penduduk.
Selain itu, suhu panas juga berpotensi meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan mineral. Termasuk di area Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.
Dampak lanjutan dari kondisi tersebut dapat memicu gangguan kesehatan seperti dehidrasi, stres panas, hingga infeksi saluran pernapasan akibat paparan asap kebakaran.
BMKG pun mengimbau pemerintah daerah untuk menyesuaikan kebijakan adaptasi iklim, khususnya pada sektor kesehatan, tata kota, serta pengelolaan lingkungan. Langkah antisipatif dinilai penting agar dampak suhu tinggi dapat diminimalkan meskipun iklim nasional berada dalam kategori normal. (han)












